Di pinggir kota, di bawah langit kelabu,
Hidup mereka yang tertindas, derita tak menentu.
Rumah sempit, berdinding papan lapuk,
Dihuni mimpi yang terkurung, masa depan yang suram.
Matahari terbit, menyinari wajah lelah,
Keringat bercucuran, mencari sesuap berkah.
Menjajakan barang, bertempur di jalanan,
Mengadu nasib, di tengah hiruk pikuk keramaian.
Suara klakson dan deru mesin berpadu,
Dengan rintih pilu dari para pemulung yang lalu.
Asap pabrik membumbung tinggi, mencemari angkasa,
Sementara mereka berjuang, mencari nafkah tanpa suara.
Anak-anak berlarian, di sela-sela gubuk reyot,
Mimpi sekolah terkubur, di bawah beban hidup yang terayun alot.
Masa depan mereka terancam, terhempas arus ketidakadilan,
Harapan pupus, tergerus oleh kerasnya kehidupan.
Senja datang, mentari perlahan terbenam,
Menyisakan kisah pilu yang tak kunjung padam.
Di bawah cahaya lampu remang-remang,
Mereka berdoa, agar hari esok lebih terang.
Oh, balada orang pinggiran, kisah pilu yang tak terperi,
Menyadarkan kita pada realitas yang tak bisa dielakkan lagi.
Mari ulurkan tangan, berbagi rasa dan kepedulian,
Agar mereka tak lagi terasing, di tengah gemerlapnya peradaban.
Bersama kita kobarkan asa, tebarkan cahaya kebaikan,
Agar di pinggiran kota, tak lagi ada jeritan kepedihan.
Suarakan keadilan, tuntaskan ketimpangan sosial,
Agar semua insan, bisa hidup layak dan bersosial.
Balada orang pinggiran tak boleh terus berlanjut,
Mari kita wujudkan dunia yang lebih adil dan bermutu.
Di tepi kota, di pinggiran jalan yang sunyi,
Terdapat sebuah cerita tentang kehidupan yang tak ternilai.
Orang-orang pinggiran, hidup dalam keterbatasan,
Namun hati mereka dipenuhi dengan kekayaan yang tak terhingga.
Mereka adalah pejuang yang tak pernah menyerah,
Menghadapi tantangan dalam kesederhanaan yang menyentuh.
Di bawah langit yang terbentang luas di atas mereka,
Mereka bertahan dengan keberanian dan tekad yang teguh.