Lidah kelu terbelenggu bisu,
Hati pilu, suara tersedu.
Kejujuran terkurung bayangmu,
Mengapa kusimpan, oh sahabatku?
Takut luka menggores hatimu,
Takut hancur tawa riangmu.
Benar terbungkus dusta semu,
Demi senyum terpatri di bibirmu.
Tapi diam ini api membara,
Membakar jiwaku, menyiksa sukma.
Beban rahasia menghimpit dada,
Kejujuran meronta ingin terlama.
Oh Sahabat, maafkan dustaku,
Niat suci terselubung gelap.
Tak sanggup kulihat air matamu,
Jika kata jujur menusuk hatimu.
Namun diam bagai belenggu waktu,
Menjerat erat, mencekik kalbu.
Rahasia kian membelit kalungku,
Menjauhkan kita, membakar rindu.
Biarlah jujur, walau menyayat,
Daripada dusta meracuni hayat.
Percayalah, persahabatan sejati,
Takkan runtuh oleh kejujuran murni.
Aku berani, akan kumulai,
Membebaskan jujur dari kungkungan batin.
Meski pahit, semoga kau mengerti,
Bahwa diam ini sesungguhnya dusta yang paling keji.
Mengapakah, oh hati yang merajut benang rahasia,
Mengapa kau menyembunyikan kejujuran darinya?
Apakah rasa takut atau kekhawatiran yang merajalela,
Ataukah bayang-bayang penyesalan yang membayangi?
Kau simpan dalam lipatan malam yang sunyi,
Kejujuranmu terkunci dalam peti gelap hati.
Bisakah kau dengar desiran waktu yang memanggil,
Mengajakmu membebaskan diri dari belenggu itu?
Apakah kau takut melihat matanya yang tulus,
Meratapi kejujuran yang selama ini terpendam?
Bukankah kejujuran adalah jendela kebersamaan,
Mengapa kau menyembunyikannya, menyisihkannya?
Dalam sepi malam, bicaralah pada bintang-bintang,
Ceritakan beban yang kau rahasiakan.
Kejujuran adalah obor dalam kegelapan,
Mengapa kau biarkan hatimu tetap terpendam?
Mungkin kau khawatir akan kehilangan,
Namun, ingatlah bahwa kejujuran membangun.
Bebaskan dirimu dari penjara kebohongan,
Agar cinta bisa mekar, seiring terbukanya pintu hati.
Mengapa, oh mengapa kau menyembunyikan,
Kejujuran yang menjadi cahaya terang?
Biarkan kata-kata menjadi pencerminan jiwa,
Dan bersatulah dalam keterbukaan yang sejati.
Mungkin langkah pertama tak selalu mudah,
Namun, kejujuran adalah pondasi yang teguh.
Buka pintu hatimu, biarkan kebenaran mengalir,
Dan saksikan bagaimana cinta tumbuh, abadi dan nyata.
Maafkan aku, sahabatku,
Mari songsong bersama, hadapi kebenaran.
Semoga kejujuran menjadi jembatan baru,
Memperkuat ikatan, menyingkirkan kekawatiran.
Percayalah, sahabatku,
Cinta sejati takkan lekang oleh waktu.
Bersama kita lalui segala ragu,
Menemukan kedamaian dalam kejujuran yang tertuang.
Kenapa, wahai hati yang bersembunyi, Mengapa kau menyembunyikan kejujuran padanya? Dalam gelap malam, rahasia menari di sudut mata, Mengapa tak kau ungkapkan, kebenaran yang terpendam?
Adakah ketakutan yang membelenggu langkahmu, Ataukah rasa malu yang menyelimuti keberanian? Mengapa kau bersembunyi di balik bayang-bayang, Padahal kejujuran adalah cahaya yang menerangi jalannya?
Bisakah kau mendengar desir angin menyanyikan seruan, Memanggil untuk melepaskan beban yang kau pikul? Kejujuran adalah pelita, menerangi jalanmu yang kelam, Mengapa kau biarkan kebohongan membentang begitu panjang?
Bukalah pintu hatimu, biarkan kata-kata terucap, Kejujuran adalah kunci, membuka pintu kebahagiaan. Mungkin tak semua mudah, namun keluhkanlah beban itu, Daripada menanggung beban kebohongan yang semakin berat.
Dia yang kau sembunyikan kejujuranmu, Mungkin tengah menunggu, menantikan kebenaran. Biarlah hatimu menjadi jendela yang terbuka, Supaya cinta bisa masuk, menerangi gelap yang kau bawa.
Kenapa, wahai hati yang merajut kebohongan, Mengapa tak kau lepaskan beban itu? Kejujuran adalah inti dari kebahagiaan sejati, Mengapa kau menyembunyikannya padaNya?
Biarlah waktu menjadi saksi, memahami derita, Namun, ketika kau berani bersaksi, Kejujuran akan menjadi sinar yang tak terkalahkan, Mencerahkan langit hatimu, menyelesaikan pertanyaan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI