Gundukan sampah di becakmu...
Tak malu apa kata ora..
Tak buta rohani akan silaunya dunia ini..
Meski mendung kelabu selalu menutup pagi
Yang tak tertembus oleh mentari...
Kau lebih mulia..
Tanpamu sampah kota ini..
Menggunung membawa bencana..
Dan baunya menyengat
Tapi kau tak peduli...
Dari tabungan sampah yang menggunung
Kau pilahpilih mana yang menjadi harga jual tinggi..
Malah selalu turun tiap kilo nya..
Tapi kau tetap setia berpasrah padaNya
Tuk sesuap nasi pagi anak istrimu..
Keluhan dan peluh tak lagi air...
Doa selalu terpanjat..
Saat kau tak menghindari sampah medis..
Tuk sesuap nasi..
Pagi ini..
Saat waktu terus mengejarmu.. Dengan cepatnya seolah tak mau berhenti hanya kau yang harus menghela. .
Sebelum ku pergi meninggalkanmu di barat perempatan Kartonyono.. Ini...
Terimakasih pak pemulung yang ramah
Di kota yang ramah..
Negeri nya...
Dan kerasnya hidup ini...
Yang selalu tergilas aturan..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H