Aku orang terasing..
Yang Seperti alas kaki yang terinjak..
Dan terus terinjak..
Bersabar dan terus bersabar..
Menerima kenyataan diri..
Menahan sayatan demi sayatan hujaman masalah yang bertubi-tubi..
Menusuk seperti jarum-jarum..
Menahan sakitnya tanpa bergeming dan mengembik..
Mengeluhpun menambah perihnya luka sayatan itu..
Jika itu lukisan takdir.. terus di terobos sampai ajal menjemput..
Tuk siap waspada walau ku yang hina dina ini..
Berlumuran kemiskinan...
Ludah bercampur dosa yang anyir..
Dari sebelah mata uang saja yang terlihat..
Hingga keringat terkuras habis oleh waktu..
Hingga air mata kehabisan peluhnya..
Tinggal perbedaan diri yang menerima kenyataan ini..
Hanya jalanMulah yang menuntunku
Hanya kesetiaankulah yang meneguhkan imanku tuk menggapaiMu..
Saat ku peras dalam buah kejujuran yang menyedihkan..
 Hanya sehat lahir dan batin yang terpanjat meski tak bergelimangan harta duniawi
 Hanya ribuan hujan yang bis membasuh sedihku,dengan sebungkus nasi,,
Saat ku sadari esok kumakan apa?
Saat Kau singgah di hatiku di masa pandemic ini..
Meski ku yang teringkir harus bangkit bersamaMu..
Meski ku harus jatuhdan bangun.. hancur dan terbentuk kembali..
Redup dan bersnar terang kembali dalam pelukan kehangatanmu..
Harus ku terima kembali kenyataan ini..
 Saat ku berjalan dan tersandung..
Tersadar masih dalam pelukanMu..
Hanya kau yang menolongku..
Lewat dewi malam dan sang menatri pagimu..
Menghangatkanku di siang hari..
Dari sujudku padaMu..
Saat kebulatan tekadku yang membakar bara dari bahan penyesalan, ketakberdayaan diri,kemalasan, keminderan diri sebagai alas kaki yang penguasa dunia yang sementara ..
Agar tak kau remehkan kembali
Dan ku harus bangkit dari keterpurukan diri
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H