Puisi: Paradox Kebahagiaan di Era Modern
Di tengah gemerlap kota dan hiruk pikuk suara,
Kita mencari kebahagiaan di layar-layar cahaya,
Gawai di genggaman, dunia di ujung jari,
Namun hati terasa hampa, sunyi, tak terisi.
Di zaman penuh paradoks ini kita hidup,
Bahagia satu pihak, lara bagi yang lain.
Masalahmu jadi tawa, tawa mereka jadi luka,
Kebahagiaan bagai pedang bermata dua.
Teruslah Berbuat Baik, Temukan Kebaikan Sejati
Kebahagiaan dijanjikan dalam iklan dan janji manis,
Barang mewah, teknologi canggih, harapan yang tertulis,
Namun dalam kenyataan, kita tersesat dalam kepalsuan,
Merindukan ketulusan, kehangatan, kesederhanaan.
Namun di tengah kabut keraguan, secercah asa mengembang,
"Teruslah menjadi baik," bisikan hati yang menenangkan.
Kebaikan bagai magnet, tarik-menarik jiwa,
Menemukan orang-orang baik, di jalan yang sama.
Bersama Menuju Masa Depan yang Cerah
Pertemuan jadi pesan, sentuhan jadi simbol,
Dalam era modern, kedekatan kian terpolusi,
Kebahagiaan kita tanggung, kadang terasa terpenjara,
Dalam paradoks ini, jiwa terus berkelana.
Kembali ke alam, pada senyum yang tulus,
Pada canda tawa yang nyata, pada cinta yang hangat,
Mungkin di sana, dalam kesederhanaan yang bersahaja,
Kebahagiaan sejati menanti, tanpa paradoks dan dusta.
Bersama melangkah, bahu membahu saling menguatkan,
Membangun dunia yang penuh kasih dan persaudaraan.
Di mana kebahagiaan tak lagi mencederai,
Dan masalah bersama ditanggung dengan senyuman.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI