Mohon tunggu...
Agung Kuswantoro
Agung Kuswantoro Mohon Tunggu... Administrasi - UNNES

Pengin istiqomah dan ingin menjadikan menulis menjadi kebiasaan

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Nabi Muhammad Saw : Kebangkitan Anak Yatim

14 Januari 2014   19:04 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:50 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Muhammad, nama kecil Nabi kita yang terakhir. Dilahirkan dalam keadaan yatim. Di lingkungan Mekah, tidak mengistilahkan yatim dan yatim piatu. Saat ditinggal salah satu dari keduanya, maka dinamakan yatim. Berbeda dengan lingkungan di negara kita, ada pembedaan yatim dengan yatim piatu. Dinamakan piatu, kata guru saya karena dia wajib dibantu.

Saya menyamakan kedua istilah tersebut dalam tulisan ini. Nabi Muhammad SAW lahir di dunia dalam keadaan yatim, beliau dibesarkan oleh lingkungan keluarganya yang sederhana, namun beliau sukses di usia muda dan tuanya, baik di dunia dan akhiratnya.

Beliau umur 25 tahun sudah menikah dengan Siti Khodijah dengan mahar 100 onta (jiika tidak salah), jika saya asumsikan, mahar beliau yaitu satu mobil ferrari. Artinya, saat muda, Beliau sudah sukses.

Beliau umur 40 tahun sudah kenabian. Artinya, umur beliau sudah matang dan dianggap dewasa dalam ke-Islam-an, sehingga banyak wahyu diberikan mulai umur itu.

Melihat dua usia beliau yang saya contohkan, artinya dia didik oleh lingkungan yang kuat. Menuru saya, Beliau berasal dari suku termulia di Makah, yaitu suku Quraisy. Bermodal dari suku itulah, nabi berjuang dalam menyebarkan tauhid La i La Ha Illalloh.

Padahal, tetangga, bahkan pamannya (setahuku) belum beragama Islam. Tetapi, Nabi masih menghormatinya.

Bagaimana Nabi bisa sukses dan kaya, katakanlah di umur 25 tahun? jika kita samakan dengan saat ini, umur 25 tahun baru lulus sarjana, dia sedang sibuk mencari pekerjaan atau awal karirnya. Jadi katakanlah, gaji dia, apa cukup untuk membeli Ferrari?

Umumnya orang di umur 40 tahun, sedang puncaknya karir. Namun, di saat umur itu pula, apakah ingat dengan urusab akhirat?

Saya berpendapat, bahwa salah satu kunci sukses Beliau adalah dengan keimanannya. Dia yakin, dengan Iman yang dijaga, maka Alloh akan menjaganya. Ummu Aiman, sahabat Beliau waktu berdagang, mengatakan bahwa, saat Nabi berjalan di suasana panas, Dia selalu dilindungi oleh awan mendung sehingga Beliau tidak kepanasan.

Saat orang dipuncak karir, Dia menguatkan dirinya dengan merefleksi di Gua Tsur, hanya untuk mencari ketenangan dan kedekatan dengan Tuhannya.

Mungkinkah kita sebagai manusia yang kodratnya sama dengan beliau yaitu makan, tidur, mengantuk, lapar, haus, dan lainnya dapat sukses seperti Beliau di waktu muda dan tua di dunia dan akhirat?

Menurut saya bisa, dengan jalan Iman. Kadang kita sendiri yang tidak percaya akan janji Alloh, misal jika kita bersedakah 1, maka akan dibalas 10, sehingga saat kita bersedah. Karena tidak yakin dengan konsep tersebut, maka berinfaknya sedikit.

Umur 25 dan 40 tahun, bagi seorang laki-laki adalah patokan dia untuk kesuksesan. Katakanlah Nabi berani membuat keptusan menikah dengan uangnya sendiri. Dia bukan berasal dari orang kaya, terlebih kedua orang tuanya meninggal saat waktu kecil.

Dibanding dengan era sekarang, pemuda usia 25 tahun mendeklarasikan hubungannya dengan ikatan pacaran, belum berani mengakadkan dalam ikatan pernikahan.

Umur 40 tahun, Nabi sudah focus pada masalah akhirat. Coba, kita perhatikan di lingkungan kita saat ada Alloh memanggil lewat adzan, apakah langsung datang padaNya? Kadang ada sebagain orang dengan santainya dia mencuekkan panggilan tersebut, dia sibuk dengan pekerjaan dunia.

Hal ini menjadi dasar, bahwa Nabi meskipun yatim, mampu bangkit dari keterpurukan dari psikologis, fisik, dan materi. Dia mamapu eksis dengan modal iman dan Alloh yang akan membalasnya dari perbuatan baiknya.

Saat  Nabi yatim, Beliau mengembala kambing. Dalam mengembala diajarkan kesabaran dan ketekunan, karena Beliau memimpin hewan. Beliau dilatih menjadi pemimpin yang saat itu yang dipimpin adalah hewan, setelah Beliau dewasa memimpin manusia sedunia.

Anak yatim bukan sekedar dibantu dengan sumbangan finansial yang diberikan secara seromonial di suatu hotel atau kantor, kemudian ditepuk tangani dari penerimaan bantuan itu, tetapi anak yatim yang perlu dibatu adalah segi psikis, karena dia tidak mendapat perhatian dari kedua orang tuanya.

Nabi Muhammad SAW telah mengajarkan kita, bahwa meski dirinya dari yatim yang lemah akan psikisnya, tetapi Beliau berhasil sukses di mudanya, berkat ketekunan dan keimanannya. Jika Nabi Muhammad SAW saja yang memiliki kekurangan saat kecil, mengapa kita yang orang tuanya utuh tidak bisa seperti Beliau? Atau kita yang  dulu waktu kecil yatim, mengapa tidak bisa seperti Beliau? Semoga anak yatim di dunia dapat eksis dan sukses sebagaimana Nabi kita, Nabi Muhammad SAW.

Selamat Maulud Nabi Muhammad SAW

Agung Kuswantoro, seorang yang rindu dengan Nabi Muhammad SAW dan ingin menirukan kepribadiannya.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun