Mohon tunggu...
Agung Kuswantoro
Agung Kuswantoro Mohon Tunggu... Administrasi - UNNES

Pengin istiqomah dan ingin menjadikan menulis menjadi kebiasaan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Revolusi Mental Pendidik Via Rukhaniah

16 November 2014   18:16 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:41 9
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Sebagai pendidik, saya sedih melihat kabar teman sesama pendidik yang terlibat narkoba. Bahkan, tidak tanggung-tanggung, beliau adalah seorang guru besar dan ahli dibidang hukum. Saya sendiri pun, masih strata dua. Masih harus belajar lagi agar menjadi guru besar.

Melihat kajadian tersebut, saya berpikir, mungkin tidak lagi anak (baca siswa) yang harus direvolusi mental lagi. Sampai saat ini, memang tawuran, kekerasan, perilaku menyimpang siswa, mencontek, dan lainnya masih dilakukan oleh siswa. Nah bagaimana sekarang, kok pendidiknya juga ikut terlibat dalam tindakan negatif?

Maknanya, bahwa guru (baca dosen) juga perlu direvolusi. Nah, bagaimana caranya? Cara yang termudah menurut saya adalah dengan pendekatan rukhaniah. Selama ini, pendekatan batin yang selalu diunggulkan, dengan pendidikan yang tinggi. Pendekatan ini, lebih menggunakan akal. Akal sendiri memiliki sifat konsisten dan runtut. Artinya, setelah a, ya b, kemudian c. Demikian juga 1, setelah itu 2, kemudian 3, dan seterusnya.

Efek pendekatan batin, ini tidak adanya pemikiran mengenai baik atau buruk. Misal, jika perbuatan mengambil barang itu jelek, maka harus ditinggalkan. Namun, karena situasi tertentu dan godaan lingkungan, maka dia tetap mengambil yang bukan haknya tersebut. Mengapa dia melakukannya? Secara akal, hal tersebut menguntungkan.

Oleh karenanya, dibutuhkan pendekatan rukhaniah, yaitu pendekatan hati. Pendekatan ini, bersifat tolak belakang dengan akal. Misal perbuatan jelek, maka ia harus menjauhinya. Ada orang yang menjauhinya, maka dapat dikatakan, ia memiliki nilai rukhaniah yang tinggi. Mengapa? dia menolak yang menguntungkan, meskipun memiliki kesempatan yang besar.

Logika rokhaniah ini, mirip dengan cinta. Misal jika ada orang yang melakukan perbuatan beribadah saat jam kerja, maka dia telah melakukan pendekatan rukhaniah. Mengapa? karena dia melakukan perbuatan ibadah, yang seharusnya di bekerja. Dia memilih cinta kepada Allah, kemudian melanjutkan aktivitasnya sebagai hamba untuk bekerja. Secara logika akal, harusnya dia tetap bekerja. Karena, dia sedang bekerja dan di jam sibuknya dia di kantor.

Sebagai pendidik, kita tidak semestinya men-justice kesalahan yang melakukan perbuatan yang tidak terpuji tersebut. Mari, kita doakan semoga beliau diberikan oleh Allah jalan yang terbaik. Sebagai manusia, kita harus bersikap bijak dalam setiap tindakannya, karena ada konsekuensi logis. Jangan lupa, jangan selalu mengatakan pada siswa yang harus direvolusi mentalnya, mungkin kita sendiri yang harus direvolusi.

Salam untuk kemajuan pendidikan Indonseia,

Agung Kuswantoro, pendidik tinggal di Semarang, email : agungbinmadik@gmail.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun