Pada hari ini, Sabtu (15/11/2014) saya dan rombel mata kuliah Strategi Belajar Mengajar (SBM) praktek micro teaching. Seharusnya, kuliah dilaksanakan hari Kamis (13/11/2014). Namun, karena keterbatasan waktu dan tempat, sehingga saya ganti di hari Sabtu, yang bertempat di C3.
Saya membagi rombel tersebut menjadi empat kelompok, yang tiap kelompok berisi tujuh belas mahasiwa atau delapan belas mahasiswa, dengan total semua mahasiswa enam puluh sembilan mahasiswa. Banyak bukan, jumlah mahasiswanya?
Jika saya tidak “mecah” dalam empat kelompok, maka dapat diprediksi adanya pertemuan yang lebih dari enam belas pertemuan. Saya dan mereka harus disiplin dalam praktek micro teaching-nya. Mengapa? Karena jumlah mahasiswanya banyak, saya memberikan kesempatan mereka mengajar selama sepuluh menit. Sepuluh menit tersebut, termasuk pembuka, isi, dan penutup kegiatan pembelajaran, sehingga pada hari itu selesai empat puluh mahasiswa praktek micro teaching-nya.
Sebelumnya, mereka membuat lesson plan atau Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Saya memberikan keleluasaan pada mereka untuk membuatnya dengan model kurikulum 2013 atau model lesson plan kreatif. Mereka menggambarkan keadaan yang sesungguhnya saat mengajar di kelas.
Tepat jam 09.00 di ruang C3 dengan empat kelas, mereka sudah siap untuk praktek micro teaching. Mereka siap dengan bahan ajar, model pembelajaran kreatif power point, papan tulis, spidol, LCD, laptop, dan lainnya.
Saat saya mengobservasi tiap kelas, saya sungguh bahagia dan syukur. Mengapa? Karena, mereka siap dengan materinya. Tidak ada siswa yang tanpa persiapan. Bahkan bahan ajarnya sangat kreatif. Sebagaimana gambar berikut:
Gambar 1. Mahasiswa sedang Game dalam Pembelajaran
Model Pembelajaran Kreatif
Ada beberapa model yang digunakan oleh mereka. Ada model gambar seperti quiz di televisi yang memberi kalimat, kemudian kalimat tersebut, disalurkan kepada teman lainnya, sebagaimana gambar 1. Ada model yang memerankan peran (role), sebagaimana di lapangan. Ada model kelompok yang dimodifikasi dengan permainan bola. Berikut beberapa gambar dalam model pembelajaran mereka:
Saya pun Belajar
Dari materi-materi yang mereka paparkan, terlihat beberapa sesuatu yang belum saya lakukan dalam pembelajaran. Saya pun memperhatikan dengan serius dari materi yang mereka sampaikan. Misal, model peraga melipat kertas. Biasanya materi tersebut dipaparkan secara praktek. Namun, dengan adanya peraga pembelajaran lebih efektif. Adapun gambarnya sebagai berikut:
Gambar 2. Alat Peraga Cara Melipat Sampul
Ada juga yang memperagakan dan mempraktekkan penyimpanan arsip dengan sistem terminal digit. Dia menggunakan peraga sterefom yang telah diwarnai dan diisi suratnya dengan lengkap laci, map, dan foldernya. Kemudian, dia praktek dengan meminta tolong kepada siswa (baca mahasiswa) untuk mencarikan arsip yang dia simpan dengan sistem yang telah ditentukan. Dia tidak sekedar memberikan materi, tetapi mempraktekannya, meskipun waktunya hanya sepuluh menit. Adapun gambar peraganya sebagai berikut :
Gambar 3. Alat Peraga Filing Cabinet Sistem Terminal Digit
Kreativitas mereka dalam mengajar, maknanya adalah mereka menyiapkannya secara matang. Sepuluh menit di depan kelas, artinya ada empat jam atau bahkan membutuhkan waktu berhari-hari dalam membuat alat peraga. Pastinya, tidak dibuat dalam waktu satu atau dua jam, sebagaimana gambar 2 dan 3. Sehingga, saya pun harus mengapresiasi kreativitas mereka dalam mengajar. Memang, saat saya memberikan perkuliahan pada mereka, saya selalu menyemangati agar menjadi guru yang kreatif. Saya menyemangatinya dengan cerita-cerita yang memberikan hikmah seperti sekolah yang membelengguku, Thomas Alfa Edison, Jodi Foster, mengajar di kelas ternakal, lesson plan kreatif, dan lainnya. Alhamdulillah, pada hari itu, mereka bisa membuktikannya. Saya pun, bangga dengan mereka.
Saya Jadi Inspirasi
Ada yang menarik dari pengamatan keempat kelas tersebut, yaitu saat mereka mengakhiri pembelajaran. Mereka mengakhiri dengan berdoa. Berdasarkan wawancara yang saya lakukan kepadanya, bahwa mereka terinspirasi dari cara pembelajaran yang saya lakukan di kelas mereka. Hal tersebut menjadikan saya untuk selalu bersyukur. Karena, mereka bisa menilai dengan lingkungan sekitar, termasuk dosennya. Jadi, saya pun harus bersikap baik, sebagaimana ajaran dalam agama yang saya yakini.
Mereka saat menerima materi, mereka memperhatikan dengan serius, termasuk perilaku dan cara mengajar dosen. Mereka memiliki persepsi terhadap dosen yang diajarnya. Sehingga, apabila materi yang diberikan dosen dan cara penyampaiannya menarik, maka mereka akan mengapresiasi dosen tersebut. Sebaliknya, jika ada dosen yang cara penyampaiannya kurang menarik dan materinya sangat susah bagi mereka, maka mereka kurang mengapresiasi dosen tersebut.
Penilaian mereka mengenai doa yang saya lakukan bersama mereka disetiap akhir perkuliahan menjadikan inspirasinya, menjadikan saya untuk bersemangat memberikan kepada mereka yaitu pembelajaran yang menarik. Karena, mereka adalah mahasiswa yang aktif.
Demikian cerita saya saat menemani mereka saat micro teaching. Saya berdoa, semoga kalian semua menjadi guru yang kreatif dalam pembelajarannya. Sehingga menjadi sumber inspirasi bagi siswa mereka saat mengajar kelak. Amin.
Agung Kuswantoro, dosen Pendidikan Ekonomi FE Unnes dan pengampu mata kuliah Strategi Belajar Mengajar (SBM).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H