Sebuah tantangan bagi saya dalam memberikan materi di rombongan belajar (rombel) A angkatan 2014 mahasiswa pendidikan administrasi perkantoran Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang (Unnes). Mata kuliah yang saya ampu, yaitu Pengantar Ilmu Administrasi (PIA).Tantangan tersebut, bukan berasal dari materinya, melainkan pada peserta didiknya (baca mahasiswa), yaitu ada satu mahasiswa berasal dari Papua, namanya Yosina Ullo.
Hasil wawancara saya dengan dia, bahwa dia kuliah di Unnes merupakan sebagai kado dari Tuhan. Dia harus mensyukuri karunia yang diberikan kepadanya.
Pastinya, perlu adaptasi terlebih dahulu dia kuliah di Unnes. Adaptasi yang ia lakukan adalah penggunaan bahasa Indonesia, menulis, membaca, komunikasi dengan teman, menterjemahkan (menyalin) penjelasan dosen dalam bahasa Indonesia, dan lainnya.
Dia yang berlatar belakang “spesial” tersebut, menjadikan saya untuk memberikan treatment khusus pada dia. Bagaimana tidak? Saya menjelaskan dengan bahasa Indonesia, dia belum tentu memahami penjelasan saya.
Trik yang saya gunakan saat pembelajaran adalah mendampingi dia dengan temannya yang men-translate ucapannya. Teman tersebut “menyambungkan” pesan yang saya sampaikan kepada dia. Setelah itu, respon dia di-translate olehnya kepada saya.
Memang di lapangan repot dalam pembelajarannya. Namun, “perlakuan” tersebut perlu saya terapkan kepada dia. Karena, jangan sampai dia mengikuti kuliah saya, namun dia hanya menjadi pendengar dari materi saya.
Setiap akhir pertemuan, saya memberikan tugas kepadanya untuk merangkum materi yang telah disampaikan. Kemudian, pada pertemuan berikutnya, dia presentasi dengan tulisan yang dirangkumnya. Dia pun antusias saat membacakannya. Pernah suatu saat, dia presentasi di hadapan teman-temannya. Saya mengatakan kepada dia, “Yosina, silakan paparkan materi pada pertemuan sebelumnya dengan menggunakan bahasa yang Saudara pahami”. Dia menggunakan bahasa Papua. Dalam menjelaskan materi, dia lancar tanpa kendala. Saya dan teman-teman yang lain hanya bisa mendengarkan ucapan dia, karena kita tidak memahami apa yang dia sampaikan. Namun, saya sangat senang saat dia menjelaskan. Tanpa “canggung” dia menggerakkan tangan ke kanan dan kiri. Maknanya, bahwa dia asyik dengan pemaparannya. Saya tidak menghentikan dia dalam presentasi, meskipun saya tidak memahaminya. Berikut gambar dia saat presentasi
Gambar 1. Yosina sedang presentasi dengan bahasa Papua
Setelah selesai presentasi, saya memberikan ucapan selamat atas perjuangan belajarnya. Saudara presentasi dengan baik. Maksud ucapan saya adalah untuk memotivasi kepadanya, agar tetap belajar, meskipun banyak kendala yang ia hadapi.
Setiap hari, saya ingin menemukan kepribadian dia yang unik tersebut. Salah satunya adalah umur dia yang lebih tua dibanding saya, yaitu dua tahun dari umur saya. Umur saya adalah tiga puluh dua tahun, berarti umur dia adalah tiga puluh empat tahun. Hal tersebut menjadikan saya berpikir, faktor umur tidak menjadi kendala dalam belajar. Berarti pemerintah (Unnes) memberikan perhatian lebih pada kemajuan pendidikan Indonesia, khususnya Papua. Karena secara umur orang masuk perguruan tinggi, maksimal berumur dua puluh satu tahun.
Cara belajar dia, di rumah (asrama) dilakukan dengan didampingi teman sebaya dengan menuliskan kembali penjelasan dosen. Dia memang masih butuh pendamping dalam pembelajaran. Alhamdulillah, teman yang lain bersedia belajar dengannya. Bahkan, temannya, mengajari cara menggunakan handphone dan facebook. Bagi dia kedua alatkomunikasi tersebut hal yang baru.
Kisah Yosina, mengingatkan saya pada Prof. Yohanes, yang memberikan kesempatan khusus anak Papua untuk belajar dilembaganya. Alhasil, Prof. Yohanes mampu “menyulap” mereka ke olimpiade fisika bertaraf Internasional. Saya pun harus seperti beliau dalam pembelajarannya agar menghasilkan mahasiswa yang berprestasi.
Yosiana memberikan pembelajaran kepada saya, bahwa pendidikan adalah hak setiap warga negara, tanpa terkecuali. Pendidikan memegang peranan penting untuk kemajuan suatu bangsa. Bangsa ini tidak akan maju, jika pendidikannya rendah. Marilah kita menjadi manusia pembelajar seperti Yosiana. Kita patut bersyukur selama ini belajar tanpa ada kendala. Bahasa Indonesia yang digunakan merupakan salah satu bahasa pemersatu. Semoga bangsa Indonesia mampu mewujudkan bangsa dengan pendidikan merata untuk warganya. Amin.
Agung Kuswantoro, dosen Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang, HP 08179599354
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H