[caption id="attachment_406415" align="aligncenter" width="555" caption="tiangawan.com"][/caption]
Manusia makhluk sosial tak lepas dari kebutuhan berbagi, terhubung melalui jejaring yang dibentuk dan terbentuk. Masa modern memungkinkan keterhubungan semakin simple dan praktis, melalui media sosial atau komunitas yang ada. Saat ini rasanya ada yang kurang, apabila dalam sehari tak memegang gadget. Fungsinya juga sudah mulai bergeser, dari sekedar telepon dan SMS. Kini sudah menghubungkan teman dan kerabat, dari beraneka tempat dengan biaya yang relatif murah. Pada saat senggang di berbagai macam tempat, jarang dijumpa orang tak sibuk mengotak atik gadget. Entah untuk sekedar menyematkan status pendek, atau memberi komentar pada status teman.
Kompasiana adalah wadah bagi penulis (baca blogger), menuangkan uneg uneg yang tak kuasa dipendam. Selain melegakan pemilik uneg uneg, barangkali siapa tahu bermanfaat bagi pembacanya. Karena kalau yang ada dibenak hanya dipendam, pasti terasa tak nyaman bagi pemiliknya. Dengan menyalurkan melalui tulisan memiliki keuntungan, selain lega mungkin ada teman yang tahu solusinya.
Membaca artikel di Kompasiana setiap saat, tentu tak terlepas dari penulis di belakangnya. Aneka latar belakang menjadi sebuah muasal, sampai akhirnya lahir sebuah artikel. Dalam hitungan menit berbaris antri, memadati laman Kompasiana tercinta. Menjadi gambaran betapa kita senang berbagi, senang beraktualisasi melalui tulisan.
Sewaktu masih jadi anak kampus di Surabaya, saya lumayan sering bergabung dengan kegiatan. Salah satunya acara berkesenian entah di kampus atau di Balai Pemuda atau tempat lain, berkesempatan bertemu dengan seniman dan orang ternama. Satu puisi hingga kini masih terpatri dibenak, beruntung saya dengar langsung dari penciptanya. Tiba tiba ingin saya bagikan di forum mulia ini, melukiskan betapa beragam motivasi penulis dibalik tulisannya.
Yang Datang
Yang datang dengan ketulusan akan
Bertemu dengan wajahku yang sejati
Yang datang dengan kecurigaan akan
Tersesat dalam semak semak
*
Yang datang dengan kekeruhan Baginda Khidir
Akan memainkan kegelapan di matanya
Yang datang dengan kebencian Kanjeng Sunan Bonang
Akan menggigilkan sukmanya
*
Yang datang dengan kebodohan yang
Dieman eman Pangeran Ali akan
Menyembunyikannya dibalik tembok
Yang datang dengan permusuhan Malaikat
Syakhlatus-Syams akan mengikat tangannya
*
Tetapi yang datang dengan kemesraan akan
Terangkut gelombang lagu Daud
(puisi ditulis Emha Ainun Nadjib -1994)
****
[caption id="attachment_406416" align="aligncenter" width="458" caption="ilustrasi (dokpri)"]
Bertepatan dengan kepergian satu nama pesohor di dunia hiburan tanah air, kemudian melihat respon masyarakat mengiringi kepergiannya. Semakin membulatkan kesimpulan, apa yang ditabur suatu saat akan dituai. Pun aksara demi aksara yang digoreskan dalam forum ini, suatu saat melahirkan hasil yang tak sama. Semua tergantung motivasi yang melatarbelakangi, tergantung niat apa yang mendasari.
Saya masih banyak harus belajar menulis, dari Kompasianers yang lebih piawai dan ahli. Cara yang bagus menuangkan ide di atas kertas, sehingga bisa diterima dengan baik bagi orang lain. Ternyata yang lebih utama dari segala tehnik menulis, adalah meluruskan niat dalam setiap tulisan. Pembaca biasanya akan merasakan getaran setiap tulisan, ketika sebuah karya memang dilahirkan dari hati. Seperti kata seorang ulama ternama dalam tausiyah, "apa yang disampaikan dari hati, maka akan sampai ke hati.
Maka kembali pada puisi Cak Nun di atas, saya pribadi setiap saat musti tak henti mengoreksi diri. Tentang motivasi datang (baca menulis) di Kompasiana, setidaknya belajar datang dengan kemesaraan. Agar kelak menuai hasil yang baik, "terangkut gelombang lagu daud". Salam damai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H