Paras cantik menawan didukung postur tubuh ideal, tak dipungkiri menjadi magnet sebuah film. Tak mengherankan nyaris semua film Indonesia, memasang wajah molek sebagai bintang utama.
Wajah cantik selain elok dan nyaman dipandang, sekaligus menjadi strategi bisnis bagi pemilik modal. Lagi-lagi demi cepat kembali biaya produksi, didapat melalui penjualan tiket nonton bioskop. Setelah uang ada ditangan, kembali membuat film entah dengan balutan idealis atau semata mata bisnis.
Bagi yang berorientasi uang, dijamin membuang jauh jauh namanya idealis. Prinsip dagang benar benar diterapkan, dengan modal sekecilnya untuk meraup laba sebesarnya.
Saya atau anda mungkin masih ingat, saat perfilman Indonesia sedang mati suri. Periode ini terjadi pada awal 90-an, produksi film Indonesia mengalami penurunan baik secara kuantitas apalagi kualitas.
Saat itu muncul film “asal jadi”, dengan judul yang sangat vulgar. Judul yang dipilih (bisa dibilang) sangat jorok, seperti “Nafsu Birahi”, “Gairah nakal”, “Permainan Panas” dan lain sebagainya. Pun poster besar terpajang di gedung bisokop, dengan gambar yang sangat kurang pantas.
Sungguh posisi perempuan menjadi object, sebagai penarik masa berduyun duyun ke bioskop. Beberapa nama mendadak tenar, setelah berpose sensual dengan tubuh diobral. Namun nama pemain panas kini meredup, seiring selesainya masa film- film panas yang berlalu.
Posisi Perempuan dalam Film Indonesia
Sebagai penikmat film, secara otomatis penonton (seolah) bisa memilah setiap nama pemainnya. Mungkin benak ini langsung tergiring, ketika mendengar atau membaca pemeran yang tertulis di poster.
Sebut saja nama Christine Hakim, sebagian besar kita mungkin berpikiran sama. Nama Christne Hakim, identik dengan film berkualitas dan akting yang luar biasa.
Pernah saya membaca sebuah berita, Christine Hakim tak sembarang ambil peran. Bahkan saat mendalami karakter yang dilakokan, butuh waktu beberapa bulan untuk beradaptasi. Kalau mau mencermati, Christine selalu total dan cemerlang berperan dalam setiap film.
Dalam sebuah wawancara televisi, Christine berkisah pengalaman memerankan tokoh Tjoet Nya’ Dien. Sampai hampir dua tahun, beliau seperti masih menempel dengan karakter pahlawan asal Aceh ini. Masih kerap menangis, kalau mengingat perjuangan Tjoet Nya’ Dien.