Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Stabilitas Sistem Keuangan Negara di Mulai Dari yang Kecil Yaitu Rumah Tangga

11 November 2014   12:49 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:06 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


[caption id="attachment_374116" align="aligncenter" width="595" caption="illustrasi keluarga besar (dokpri)"][/caption]

Saya sangat sepakat dengan sebuah kalimat dari Lao Chai (Filsuf China), bahwa perjalanan bermil mil jauhnya dimulai dari satu langkah. Kalau dicerna lebih dalam bisa sama juga artinya pada kalimat, bahwa sesuatu yang makro (besar) dimulai dari yang Mikro (kecil). Ibarat sebuah gulungan sapu yang kuat dan sanggup membersihkan halaman, esensinya adalah terdiri kumpulan dari satu lidi demi satu lidi. Demikian pula Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) suatu bangsa, akan sangat bagus jika dimulai dari pengelolaan keuangan masing masing warganya. Apabila dari lini terkecil (baca individu) pengelolaan keuangan termanage dengan baik, kemudian dilakukan secara serentak oleh mayoritas individu. Maka bisa dibayangkan bagaimana dampak yang terjadi, saya sangat optimis hasilnyaakan menjadi signifikan. Gerakan kecil yang dilakukan secara masif, kolektif dan spartan, tak mustahil akan menjelma membesar dan berpengaruh hebat.

Dalam keseharian manusia selalu dilibatkan dengan beragam kebutuhan, mulai dari makanan, pakaian, pendidikan, kesehatan, tempat tinggal, hiburan, rekreasi dan banyak lagi. Pengelolaan pendapatan memegang peranan penting, demi ketercapaiannya aneka kebutuhan. Seiringmeningkatnya kebutuhan diperlukan perencanaan keuanganyang matang. Baik pengelolaan untuk memenuhi kebutuhan jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. menurut seorang finasial planer tenama kebutuhan jangka pendek memiliki rentang waktu dibawah 5 tahun, sedang jangka menengah adalah 5 sampai 10 tahun, dan jangka panjang di atas 10 tahun.

Dewasa ini di media massa sering kita jumpa nama beken berprofesi sebagai "finacial Planner", beberapa nama wajahnya sering wira wiri di acara televisi. Keterbatasan pengetahuan seseorang baik sebagai individu atau pengusaha,dalam mengelola uang pribadi atau usaha perlu masukkan dari orang yang kredibel. Agar keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran terjaga, atau apabila hendak berinvestasi ke suatu usaha mampu memprediksi "nasib" uang di hari depan. Pengalokasian keuangan agar aman dan terkendali, menjadi cara tepat menyelamatkan uang terlebih saat kondisi keuangan yang tak stabil. Meskipun siapa saja tak berharap memasuki fase krisis keuangan, pengalokasian dana untuk berjaga jaga tak bisa diabaikan.Jika suatu waktu pada akhirnya "terpaksa" melewati fase krisis keuangan, dengan backup dana yang sudah disiapkan akan lebih mudah menghandle kebutuhan rutin harian.

Apabila jumlah uang yang dikelola lumayan banyak, memanfaatkan jasa financial planer tak terlalu masalah. Tapikalau kira kira uang pribadi kenapa tak dikelola sendiri, sekalian belajar menjadi financial planer untuk diri sendiri.

Memulai Dari Diri Sendiri

Sebagai bagian dari anggota masyarakat pada umumnya, saya mulai belajar mengatur pengeluaran sejak pertama kali bekerja. Kebetulan ada seorang saudara jauh (anak kemenakan ayah), yang sangat akrab dalam keseharian (sebut saja Amir). Anak muda yang tumbuh dari keluarga pas pasan ini, (menurut saya) terbilang piawai dalam mengelola keuangannya.Jarak usia yang terpaut hanya satu tahun diatas saya, membuat kami lumayan akrab dibanding ke saudara yang lain.Meski beda usia tapi kami bersekolah secara bersama, pernah satu kelas saat SMP kemudian saat SMAberlainan sekolah. Kemudian saat mengikuti test ke Perguruan Tinggi kami bersama lagi, dan berdua tidak diterima di PTN Pilihan.Amir langsung memutuskan bekerja, sementara saya masih mencoba peruntungan di program D3 PTN. Hasilnya saya tetap tidak diterima, kemudian saya mengikuti jejak Amir. Pada Amirlah saya belajar banyak mengelola keuangan,  saya bekerja beberapa bulan lebih lambat di banding Amir. Kedekatan kami  dari kecil membuat Amir tak segan berbagi cerita, akhirnya kami  satu kost-an ketika merantau di Surabaya

**********

Setiap akhir bulan usai gajian Amir mulai berhitung pengeluaran, ditotallah kebutuhan dalam sehari kemudian di kali 30 hari. Gaji sebulan tersebut mau tidak mau harus mencukupi kebutuhan dalam bulan yang bersangkutan, mulai bayar kost, transport bus ke tempat kerja, makan 3 kali sehari, dan harus ada kelebihan dana yang ditabung. Waktu itu pertengahan dekade 1990-an sampai 1998 (sebelum krimon), di Surabaya sekali makan rata rata Rp. 500,- , ongkos Bus Rp 200,- bayar kost Rp 15.000,-. Dengan penghasilan yang ada sekaligus pengaturan yang disiplin, Amir masih bisa menabung Rp 20ribu perbulan. Saya mencoba menerapkannya, ternyata godaan tak seringan yang dibayangkan.

Kemudian setelah Amir memutuskan bekerja sambil kuliah setahun lebih dulu dari saya, karena masih berada dalam kost yang sama tetap saya bisa menjadi "saksi" hidup anak sederhana ini. Amir mulai memutar otak agar penghasilan mencukupi, apalagi tanggungan uang kuliah menjadi tambahan pengeluaran. Sebuah keputusan diambilnya yaitumembantu menjualkan dagangan kakak ipar, Mukena dan baju muslim adalah dua barang yang ditawarkan ke teman kampus dan tempat kerja. Saya termasuk yang kena todong membeli mukena menjelang lebaran, alasannya buat ibu saya dikampung, akhirnya saya membeli dengan motif menolong.

Setiap berangkat kerja Amir rutin menenteng tas berisi dagangan, malam hari di kostan tas yang dibawa tadi pagi menjadi lebih ringan. Satu dua barang laku dan dibeli kenalan, kadang kalau yang membeli kenalan baik bisa bayar penuh bulan depan. Saat yang dipakai menawarkan dagangan biasanya disela sela istirahat atau saat pulang kuliah. Mahasiswi dikampusnya yang sebagian besar bekerja menjadi "sasaran". Mereka yang membeli motifnya lain lain, entah karena kasihan atau karena memang memerlukan mukena dan baju mulsim. Biarlah mereka sendiri dan Tuhan yang mengetahui, cerita Amir sambil tertawa suatu malam.

Alhamdulillah setahun kemudian Amir diangkat menjadi karyawan tetap, selain mendapat kenaikan gaji juga mendapat uang tunjangan kehadiran. Apabila dalam enam hari kerja tak absen, maka pada sabtu sore mendapat uang tunjangan tersebut. Lumayan juga dari kenaikan gaji dan uang mingguan, kebutuhan membayar SPP kuliah bisa terbackup. Akibat kenaikan gaji dan tunjangan mingguan tersebut, lelaki muda ini bisa menyisihkan uang lebih untuk ditabung.

Saya belajar banyak pada saudara yang saya "sayangi" ini, kini setelah kami sama sama berkeluarga dan tinggal berjauhan. Selalu saja komunikasi kami pertahankan, terutama untuk ngobrol dan diskusi tentangbanyak hal.

1998 Sebuah Pelajaran

Pada Tahun 1998 saat terjadi krisis moneter harga barang kebutuhan melonjak tajam, harga tidak stabil menyentuh hingga masyarakat lapisan bawah. Pagi harisarapan di warung dengan sepiring nasi plus lauk sekitar 1.500,-,ketika makan siang dengan menu yang sama di warung yang sama pula harga sudah berubah menjadi 2.500,-. Pengaruh perubahan harga membuat rakyat (termasuk saya) jadi kalang kabut setengah mati. cara penghematan model apapun tiba tiba mentah, management keuangan yang saya adaptasi dari cara Amir tak berlaku lagi.

[caption id="attachment_374117" align="aligncenter" width="625" caption="www.bi.go.id"]

1415656251353251163
1415656251353251163
[/caption]

Kini setelah masa Krisis Moneter jauh berlalu, kemudian saya membaca paparan Stabilitas Sistem Keuangan, barulah bisa tarik kesimpulan tentang Krisis Moneter kala itu. Bahwa periode 1998 adalah masa suatu sistem keuangan memasuki tahap tidak stabil  pada saat sistem tersebut telah membahayakan dan menghambat kegiatan ekonomi. Hal ini umumnya merupakan kombinasi antara kegagalan pasar, baik karena faktor struktural maupun perilaku. Kegagalan pasar itu sendiri dapat bersumber dari eksternal (internasional) dan internal (domestik). Risiko yang sering menyertai kegiatan dalam sistem keuangan antara lain risiko kredit, risiko likuiditas, risiko pasar dan risiko operasional.  Tampak pada gambar diatas, betapa terjadi keterkaitan dari kondisi keuangan terkecil (keluarga) sampai Stabilitas Sistem keuangan (selengkapnya di : SINI )

Sebagus apapun dari internal (baca individu) mengatur keuangan, tetap saja ada kekuatan ekstrenal yang kadang tak bisa dielakkan. Tapi sebagai orang beragama dan mengaku beriman, tak ada kata putus asa apalagi menyerah kalah. Lagi lagi Amirlah yang memiliki inisiatif cemerlang ini puasa senin kamis kami giatkan, masa krisis bertepatan saat itu dengan akhir perkuliahan. Saya mulai banyak waktu kosong karena sedikit SKS yang saya ambil, disela mengerjakan skripsi dan meyelesaikan beberapa mata kuliah saya mencari kegiatan produktif. Berkat Amir pula saya kenal dengan seorang manager radio swasta, malam hari saya mengambil kerja part time. Siaran malam menjadi rutinitas usai kuliah yang sudah mulai jarang, pada awal siaran saya mendapat jadwal hari sabtu sampai selasa jam tujuh sampai sebelas malam. Rabu kamis dan Jumat saya manfaatkan untuk menuntaskan mata kuliah yang tersisa, sambil konsultasi pada dosen pembimbing skripsi.

Keuntungan siaran sangat terasa ketika Ramadhan tiba, mendapat jam siaran pada sahur selama sebulan penuh berdampak bagus pada keuangan. Selain ada tambahan uang siaran, dan satu lagi disediakan catering untuk sahur.Alhasil gejolak krismon yang terjadi masa itu, cukup bisa saya hadapi meski tertatih tatih. Bersama Amir pula kami berdua aktif bergabung di masjid ikut tadarus, pulang ke kost membawa kotak berisi snack.

Keranjang dan Telor

[caption id="attachment_374118" align="aligncenter" width="560" caption="illustrasi tabungan (dokpri)"]

1415656342448209502
1415656342448209502
[/caption]

Kini Amir dan keluarga yang berada jauh berbeda kota dengan kami, tetapi jarak tak menghalangi kami rutin bersilaturahmi lewat chatting BBM. Pada pernikahannya saya sempatkan hadir, pun ketika saya menikah lelaki baik hati ini hadir bersama istri dan buah hatinya yang masih kecil saat itu.

Setelah saya menikah kemudian dianugrahi buah hati, kebiasaan mengelola keuangan tak serta merta berhenti. Kedekatan kami sekeluarga dengan keluarga Amir terus terbina, termasuk pepatah klasik keranjang dan telur saya dapati dari Amir. Gaji dalam sebulan dipostkan pada beberapa amplop, mulai uang belanja, uang untuk sekolah anak dan uang yang dimasukkan dalam rekening bank.

Penasaran perihal pepatah klasik "Jangan meletakkan telur dalam satu keranjang yang sama", saya mencoba browsing dan mendapati beberapa artikel. Pepatah tersebut mengidiomkan sebuah contoh, apabila  hanya memiliki satu keranjang berisi telur dan keranjang itu jatuh maka semua telur akan pecah. Di artikel tersebut dijabarkan dengan sebuah contoh apabila memiliki sepuluh telur  ada baiknya bisa dibagi, (misalnya) tiga telur di keranjang A, tiga telur di keranjang B, empat telur di keranjang C. Apabila tiba tiba telur di keranjang A jatuh dan pecah, maka pemilik telur masih punya tujuh telor sisanya yang terselamatkan.

Pelajaran yang saya petik dari contoh tersebut adalah perihal post keuangan, penerapan post post pendapatan mustilah disiplin. Beberapa masukan saya simpulkan, untuk post keuangan yang sering diambil ada baiknya isinya tak sebanyak uang yang kadang kadang diambil. Misalnya post uang belanja atau sekolah yang ditarik sewaktu waktu, ada baiknya mencari bank yang mudah mencari mesin ATM.

Sedang post untuk kebutuhan keluarga yang jarang ditarik, seperti service kendaraan, untuk merenovasi pagar bisa dicari bank yang jarang ditemui mesin ATM. Strategi ini dilakukan untuk mengerem keinginan mengambil uang setiap saat, karena untuk mengambil perlu upaya ekstra mencari mesin ATM. Tapi lagi lagi semua harus dijalankan dengan konsisten, dan tak lepas dari sikap disiplin yang ditanamkan dalam diri sendiri.

Teori " Don't put all your eggs in one basket" ini tidak disetujui Andrew Carnegie, seorang industrialis Skotlandia-Amerika, pengusaha dan dermawan besar. Sang tokoh memilih menyarankan "Taruhlah telur dalam satu keranjang dan awasi keranjang itu". Namun saya tetap tidak setuju meskipun nasehat itu  dituturkan dari seorang pakar hebat sekalipun, saya tetap punya pandangan sendiri yang saya yakini kemanfaatannya.

Kisah Nabi Yusuf

[caption id="attachment_374119" align="aligncenter" width="611" caption="Buku Kisah Nabi Yusuf (dokpri)"]

14156564131673218533
14156564131673218533
[/caption]

Hoby membaca memang sangat besar manfaatnya, banyak pelajaran berharga saya dapati dari buku. Buku cerita bergambar tentang nabi pilihan yang saya persembahkan untuk buah hati, tak luput menjadi konsusmsi saya juga ketika harus mendongengkan menjelang tidur. Satu cerita yang sangat berkesan adalah kisah nabi yang terkenal rupawan dan teguh hatinya, tapi setiap nabi pasti memberi kesan yang mendalam pula.

Konon Nabi Yusuf kecil dibuang ke dalam sumur kering oleh saudara tirinya, kemudian diselamatkan oleh rombongan pedagang. Pedagang merasa gembira saat tarikkan timba terasa berat, padahal seorang bocah yang tampan ada di dalam ember. Kemudian bocah rupawan ini dibawa ke Mesir dan dijual sebagai budak, seorang pembesar bernama Qitfier tertarik membeli dan membawa pulang calon budaknya. Semakin besar ketampanan Yusuf semakin menjadi, Zulaikha istri sang pembesar tak tahan menggoda budaknya. Akhirnya suatu ketika Yusuf dijebak dalam kamar berdua dengan Zulaikha, dan ketahuan oleh Qitfier. Fitnah dan argumen dilontarkan Zulaikha, membawa sang budak yang tak berdaya masuk ke dalam penjara.

Dalam jeruji besi keistimewaan sebagai Nabi tersiar, dengan ijin Allah SWT beliau menjadi penafsir mimpi yang hebat. Suatu ketika Qitfier bermimpi tujuh sapi gemuk dimakan tujuh sapi kurus, dan tujuh tangkai gandum kering ada disamping tujuh tangkai gandum hijau. Seluruh ahli tafsir dari penjuru negeri dikumpulkan namun tak ada yang bisa menyelesaikan, akhirnya Yusuf dipanggil sang pembesar. Dengan rendah hati sang budak yang menjadi tahanan menjelaskan "bahwa akan datang 7 tahun masa panen berlimpah kemudian disusul tujuh tahun masa paceklik. Maka lebih baik ketikamasa panen tiba penduduk makan gandum secukupnya (jangan berlebih), hal ini dilakukan untuk menghemat stock pada tujuh tahun berikutnya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun