Saya pernah punya pengalaman, sebenarnya kombinasi antara menyenangkan sekaligus malu juga sih. Saat diumumkan menjadi pemenang lomba menulis, diselenggarakan oleh sebuah brand buah ternama.
Dari sekian banyak artikel masuk sebagai peserta, alhamdulillah nama saya tercatat menjadi juara tiga. Pasti senang dong, apalagi hadiahnya buah dengan patokan berat badan sendiri. Benak ini sudah membayangkan, berapa box buah yang akan saya bawa ke rumah.
Eit’s, masalah mulai muncul.
Saya dimasukkan dalam satu kotak timbangan besar, kemudian pada kotak timbangan seberang diisi dengan buah. Panitia terlihat bekerja dengan sigap, memasukkan buah demi buah dalam box plastik ukuran relatif besar.
Satu box penuh kemudian dinaikkan disusul box kedua, timbangan tempat saya berdiri sama sekali belum bergerak. Box ketiga diisi penuh dan dinaikkan, kemudian box keempat menyusul nangkring di atasnya. Timbangan hanya bergeser sedikit (pokoknya sedikiiiit banget), dianggap belum memenuhi kuota takaran sebagai pemenang.
Sorak sorai mulai terdengar dari kursi penonton, entah menyemangati entah meledek saya. Saya mulai senyum-senyum, bingun antara malu atau senang, yang jelas perasaan ini campur aduk.
“Tambah-Tambah” kalimat ini terdengar.
Saya jadi paham kepada siapa kalimat ini dituju, tidak lain tidak bukan pada petugas pengisi buah. Panitia langsung memilih buah semangka ukuran super jumbo, kemudian dimasukkan dalam box kelima dan dinaikkan ke timbangan.
Sungguh otak ini seperti tidak bisa memprediksi, akankan ini menjadi box terakhir. Sementara terlihat pada kotak timbangan, sepertinya sudah tidak ada lagi space kalau musti ditambah lagi.
Akhirnya pada box kelima timbangan terangkat, menyelamatkan saya dari malu berkepanjangan—hehehe.
Sementara untuk pemenang pertama dan kedua, mereka tidak terlalu lama berdiri di dalam kotak timbangan. Singkat kata singkat cerita, dari total yang didapat saya paling banyak membawa buah.