Tak semua orang tua paham arti penting dari bermain, utamanya bagi anak-anak yang notabene dunianya adalah dunia bermain. Maka tidak bisa dipungkiri, konotasi main masih dianggap sebagai kegiatan menghabiskan waktu. Sehingga kerap terdengar omelan "dari tadi main mulu", kalimat ini jamak terlontar saat orang tua marah.
Masa kecil saya lewatkan di kampung, bermain dengan teman sebaya tak lepas dari keseharian. Kala itu semua lebih mengandalkan permainan fisik, maklum saja belum ada gadget seperti masa sekarang.
Gerobak sodor, benteng, petak umpet dan masih banyak permainan lain, menjadi bagian dari masa indah jaman dahulu.
Nah ternyata manfaat permainan fisik sangat bagus, baru saya ketahui dari founder dari Komunitas Ayo Main Siti Syarifah. Dalam sebuah acara buka puasa bersama di bilangan Jakarta Selatan, pencerahan tentang pentingnya bermain saya dapati.
Kompasianers, bermain bisa menjadi sarana pengikat segala ilmu. Congklak misalnya, merangsang syaraf motorik sekaligus memperhitungkan biji biji itu pas masuk di lubang yang dituju. Secara tidak langsung ada kaitannya dengan ilmu matematika, kalau sampai salah perhitungan bisa menyebabkan kekalahan.
Misalnya lagi main petak umpet, mampu merangsang anak-anak bisa memasang strategi ngumpet yang efektif dan efisien. Bagaimana agar dirinya tidak ketahuan, anak-anak memiliki strategi bagaimana mencapai tiang sasaran tanpa diketahui rival.
Bermain bisa menjadi wahana bereksploarsi, Kompasianer's pasti sering lihat anak-anak cewek yang suka memerankan seseorang. Entah anak cewek ini berperan sebagai ibu, tante, anak, sebagai dokter, perawat, pedagang dan profesi lainnya.
Hal ini sangat mampu merangsang imajinasi anak- anak, niscaya anak-anak bisa terinspirasi pada profesi mendorong semangat meraih cita-cita di masa mendatang.
Tugas kita para orang tua adalah memaknai apa itu bermain, sehingga bisa sekaligus proses pembelajaran bagi anak-anak. Bakat pada anak memang tidak serta merta  lahir dan ada,  kewajiban orang tua adalah mengarahkan dengan sebaik baiknya. Pada usia remaja atau sekitar 13 tahun, anak akan merasakan manfaat simulasi/bermain semasa masa kecil.
Anak anak butuh waktu dengan orang tua untuk kepentingan perkembangannya, sementara untuk orang tua adalah untuk menghibur diri sendiri. Coba perhatikan saat bermain dengan anak, orang tua tersenyum saat anak merengek atau bertingkah lucu.