[caption caption="Kompasianer's dalam visit Pengolahan Air - Lokasi Accelator di Palyja Pejompongan (dokpri)"][/caption]
Air menjadi kebutuhan sangat vital untuk kehidupan, niscaya manusia mampu bertahan hidup tanpa air. Apalagi sebagian besar tubuh manusia, sangat membutuhkan air. Kebanyakan kita lebih tahan lapar, dibandingkan tahan haus. Sampai-sampai kalau bulan Ramadhan tiba, berbuka selalu diawali dengan minum.
Sebegitu berartinya air, hingga negara mengatur dalam UUD 1945 pasal 33 ayat 3, "Bumi, Air dan Kekayaan Alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Acara Kompasiana Nangkring 21/3'16 lain dari yang lain, mengusung  tema #BersamaDemiAir. Palyja menjadi partner yang tepat, mengetahui seluk beluk pengelolaan air di Ibukota.
Tapi Palyja adalah pihak swasta, trus kenapa pengelolaan air tidak dihandle PAM/ PDAM? Bukankah ini melanggar pasal 33 UUD 1945?
Itulah pertanyaan yang menggelayut di benak, sejak pertama mendaftar sebagai peserta Nangkring bersama Palyja. Gayung bersambut, nama saya masuk dalam daftar peserta nangkring.
Seklias PALYJA
Memasuki perkantoran Plyja di kawasan Pejompongan, tertulis di papan putih nama PT. PAM LYONNAISE JAYA.
Pada juni 1997, menjadi moment penandatanganan Persetujuan kerjasama antara PAM Jaya (Operator air bersih Jakata) dengan Suez Environnement (Jakarta Barat) dan Thames Water (Timur Jakarta) dengan sungai Ciliwung sebagai batas wilayah pelayanan.
Bentuk kerjasama ; Pendelegasian pengelolaan air bersih dari PAM Jaya kepada swasta dalam bentuk kerjasama. Segala aset utilitas akan dikembalikan kepada PAM Jaya pada saat kontrak berakhir (selama 25 tahun).
Saham Palyja sendiri dimiliki oleh 2 perusahaan, 51% dipegang Suez sementara 49% Astratel Nusantara.