Sebagian besar masyarakat Indonesia, relatif masih antipati terhadap asuransi. Hal ini tentu tak lepas dari pengalaman, baik pribadi atau cerita orang terdekat. Saya pribadi pernah mengalami, hal tak mengenakkan. Bayu (nama disamarkan) seorang sahabat lama, dulu bahkan sempat satu kost. Setelah lama berpisah kota, kami kembali berjumpa lewat medos. Maka ketika pertemanan dikirim, tanpa pikir panjang saya segera terima. Pikir saya pasti banyak cerita terkabar, setelah hampir sewindu tak bertemu. Kebetulan dengan istri dan anak-anaknya, saya juga mengenal meski tak terlalu dekat.
Kemudian kami bertukar PIN BBM, masuk dalam daftar pertemanan sehingga bisa lebih privat. Satu dua kali terpantau, status dan profil picture Bayu lewat BBM. Saya tidak terlalu ambil peduli, toh masing-masing kami memiliki urusan sendiri. Namun lama kelamaan saya bisa menebak, Bayu berkecimpung di perasuransian.
TINGG..."Kalau kapan-kapan saya minta waktu boleh tidak" BBM Bayu masuk
Saya membaca isi pesannya, kalimatnya terkesan tidak to the point. Padahal kami biasa ber-haha-hihi, tak selang lama saya balas "Kalau mau main datang saja, pakai ijin segala"
TINGG..."Saya pengin bantu kamu, mengelola keuangan" Balasan Bayu masuk
Pada jawaban ini saya mulai tak nyaman, selama kenal justru dia beberapa kali berhutang pada saya. Bahkan untuk urusan pinjam meminjam, teman ini memiliki catatan kurang baik. Maka tawarannya sangat tidak menarik, membuat saya mulai menjaga jarak.
"Kapan-kapan kita BBM-an lagi ya" jawab saya menggantung.
Mungkin anda pernah mengalami kejadian serupa, atau sudah dalam tahap diprospek kenalan yang bekerja di asuransi. Mungkin tak ada yang salah dengan asuransi, namun image kurang enak kadung menyebar di masyarakat. Perlu upaya ekstra bagi penggiat asuransi, untuk merubah paradigma tentang produk asuransi.
Beberapa anggapan yang lazim muncul adalah.
- Marketingnya umumnya mengejar- ngejar
- Bayar polisnya mahal
- Proses administrasi ribet
- Claimnya susah
- Kalau complain di ping-pong.
- Saat mau ketemu marketing yang dulu memprospek, ternyata sudah resign.
Kalau begitu adanya, lengkap sudah penderitaan ibarat sudah jatuh tertimpa tangga pula.
Sejak BBM Bayu dengan kalimat bersayap-sayap, saya mulai enggan menanggapi. Hubungan pertemanan semakin berjarak, terutama saya berhati-hati menanggapi obrolannya.