Mata perempuan usia setengah abad itu sembab, menahan buncah dalam dada setelah sekian lama tertahan. Puluhan tahun hidup satu atap, kerap mendapat perlakuan kasar dari suami. Baik untuk perlakuan kasar secara fisik, seperti pemukulan pada bagian tertentu anggota badan. Atau perlakuan kasar secara psikis, berupa umpatan, kalimat merendahkan dan perangi tak bersahabat.
Sebagai manusia biasa, ada saat tak kuasa menahan kemudian mencoba membalas sebisanya.
"Dasar B*d*h !" umpat si suami
"Kalau aku pintar, pasti tidak mau menjadi istrimu" balasnya menahan air mata
Tenaganya terlalu lemah, tak bakal mampu menandingi  kekuatan otot dan badan kekar lelaki. Jeritan tangis dari bibirnya, tak serta merta mampu merubah keadaan. Kecuali sebagai pelarian nelangsa, sebagai upaya pembelaan diri meski sesaat.
Namun dalam kelemahan, rasa atas kesabaran mengganda dibentuk situasi dan keadaan. Dalam ketiadaberdayaan melingkupi, kepasrahannya meneguh setangguh karang. Hukum kehidupan berlaku adil, bahkan dari kepedihan sekalipun, mampu melahirkan keberserahan yang paripurna.
Lalu mengapa, perempuan ini masih bertahan?
Anak-anak adalah alasan utama, ibu ini merelakan dirinya menjadi pesakitan. Dirinya sendiri tidak terlalu penting, dibanding keberlangsungan masa depan buah hatinya.
Selain itu banyak hal menjadi pertimbangan, bagaimana menjaga perasaan orang tua yang sudah sepuh. Bagaimana tetap menjaga nama baik suami, pada pandangan tetangga dan lingkungan pergaulan. Meski untuk keputusan yang tidak mudah itu, mengorbankan banyak atas dirinya menjadi pilihan.
Sungguh situasi tidak adil sedang berlangsung, namun dengan sabar tak terbatas dijalani. Sedari awal menerima lelaki itu menjadi pemimpin, dengan sepenuh kesadaran tak dielakkan. Meski sesal kerap mendesak menyeruak, pada saat bersamaan sepenuh hati ditepisnya. Selebihnya faktor ketergantungan ekonomi, dengan terpaksa menihilkan perlawanan.
Mendengar dan secara tak sengaja melihat, sebagai pihak diluar lingkaran merasa seperti berada pada posisi selemahnya iman. Tak bisa berbuat banyak kecuali membatin, membantu doa agar datang keajaiban membalikkan hati sang suami.