Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Edukasi Pilihan

Hukuman Beda dengan Konsekuensi

11 Oktober 2014   12:45 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:29 296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14129806571847405886

[caption id="attachment_365556" align="aligncenter" width="560" caption="dokpri"][/caption]

Sebuah acara pagi di stasiun swasta benar benar memberi ilmu yang bermanfaat, perihal menghadapi dan mendidik anak yang sedang rewel. Menghadirkan narasumberkredibel Dr. Rose Mini M.Psi yang akrab disapa Bunda Mini seorang psikolog dan dosen di Universitas ternama. Pada Jumat 10 oktober Mbak Avy sudah mengulas di HL Jangan Sembarangan Menghukum Anak , saya hanya ingin membagi sedikit beberapa yang saya tangkap diujung dialog acara. (karena sambil mengerjakan sesuatu)

Orang tua mana yang nyaman mendapati anak sedang rewel apalagi di tempat umum, biasanya sang ibu akan melontarkan kalimat "diam gak" dengan sedikit membentak. Kalau sang anak tak segera diam biasanya akan diambil jurus kedua "kalau gak diam gak beli apa, atau pergi kemana". Reaksi sang anak biasanya berusaha meredam tangisnya demi "iming iming" dari ayah atau ibunya. Strategi ini ternyata kurang efektif, karena efeknya suatu saat hal yang sama akan terulang di kemudian hari. Anak akan menghapal kebiasaan ayah atau ibunya kalau dia menangis, sehingga menjadikan sarana menangis sebagai cara mendapat "sesuatu". Menurut sang pakar baiknya kalau anak rewel biarkan saja, atau kalau sedang ditempat umum segera ajak menyingkir ke tempat yang lebih sepi agar tak menjadi tontonan. Cara itu akan membuat anak merasa bahwa tangisannya tak memberi dampak apapun. Kemudian setelah diam baru ajak bicara perihal sikap si anak yang membuat (misalnya) acara jalan jalan jadi tak nyaman.

Mungkin juga bagi sebagian orang tua yang tak sabaran dengan segera mengambil sikap andalan yaitu marah. Kemarahan bisa berupa bentakan atau hukuman fisik entah cubitan, dijewer atau perlakuan sedikit kasar misalnya didorong. Anak yang sedang rewel atau membuat kesalahan tak bagus apabila di hukum, karena menghukum biasanya berasal dari satu pihak. Dalam hal ini orang tua sebagai pihak penghukum dan anak sebagai obyek atau terhukum, menurut penelitian tak ada dampak postif dari sebuah hukuman untuk alasan apapun. Karena hukuman berasal dari satu pihak maka sudut pandangpun juga searah, biasanya sebuah hukuman akan membekas di benak. Berbeda dengan konsekwensi, proses iniadalah akibat dari sebuah kesepakatan dua belah pihak yang terlanggar. Bagusnya konsekwensi adalah terdapat komunikasi diawal dari kedua belah pihak dalam hal ini orang tua dan anak. Seorang anak yang terhukum ketika tidak mengulangi kesalahannya pada lain waktu lebih karena trauma atau takut mendapat perlakuan tak enak, sedang seorang anak yang sudah terkena konsekwensi ketika tidak mengulangi kesalahannya alasannya lebih karena kesadaran.

Anak yang besar dengan hukuman akan berbeda sikapnya dengan anak yang dibiasakan berdialog untuk menentukan konsekwensi. Pada perlakuan kedua (konsekwensi) anak akan dipengaruhi untuk siap bertanggung jawab terhadap perbuatannya, sehingga cenderung menjadi anak yang memikirkan sebab akibat. Lebih logis dan membuka diri untuk menerima pendapat yang berbeda dengan keinginan. Sedang anak yang dihukum bisa jadi melampiaskan perasaannya dengan membalas kepada orang lain, misalnya kepada adik atau temannya.

Saya merasa beruntung mendapat ilmu baru itu, dan semakin merasa bahwa sekolah menjadi orang tua ternnyata tak pernah ada usainya. Semoga saja bagi orang tua yang semangat menambah ilmu pengasuhan atau parenting yang bisa didapatkan secara gratis dan mudah di media mampu menciptakan generasi yang lebih berkualitas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Edukasi Selengkapnya
Lihat Edukasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun