Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Hemat Air dimulai dari Rumah

21 April 2015   04:23 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:51 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_411456" align="aligncenter" width="552" caption="ilustrasi- dokpri"][/caption]

Air menjadi kebutuhan vital seluruh mahluk, yang berada di atas  Bumi ini. Air menguasai hampir 71% permukaan Planet nomor tiga, baru lebih kurang sepertiga sisanya terdiri dari daratan.Air sebagian besar berada di lautan, kemudian mengalami siklus berupa penguapan. Uap berubah menjadi awan, kemudian turun hujan, dan mengalir diatas tanah (run off, di mata air, sungai muara) menuju laut. Sejumlah besar air diperkirakan terdapat di kutub utara, dan berada di selatan planet Mars. Air dapat merubah bentuk berupa padatan yaitu es, dalam wujud cairan yaitu air, atau dalam bentuk gas berupa uap air. Semua makhluk hidup memiliki ketergantungan, terhadap air bagi kehidupannya. Air dapat memunculkan reaksi, membuat senyawa organik guna melakukan replikasi.

Tubuh manusia sebagian besar terdiri dari air, tergantung usia setiap orang. Pada bayi terdapat 75% air, lebih tinggi kandungannya di banding orang dewasa sekitar 50%. Kalau diperhatikan pada bulan puasa, ketika waktu buka tiba minuman sebagai pembatal. Kebanyakan manusia lebih tahan lapar, daripada menahan haus. Belum lagi untuk kebutuhan rutin, air tak bisa dilepaskan dari keseharian. Untuk mencuci pakaian, mencuci kendaraan, mengepel lantai, menyiram tanaman, dan banyak kebutuhan lainnya.

Namun tak semua masyarakat beruntung, bisa mendapatkan atau mengkonsumsi air bersih. Mungkin karena wilayah yang kurang bagus, atau kondisi cuaca yang kurang menguntungkan. Kerap kita dengar dan baca berita, beberapa daerah di Indonesia mengalami kekeringan. Penduduknya perlu usaha ekstra, demi setetes air bersih untuk dikonsumsi. Sebagai bangsa musti ikut berempati, menanam sikap dalam diri dari hal terkecil. Karena bukankah hasil yang luar biasa, sesungguhnya bermula dari hal yang "sepele" juga.

*****

Masa kecil penulis di kampung halaman, air bersih bukan masalah yang serius. Berada di lereng Gunung Lawu Jawa Timur, sumber air dengan gampang ditemui. Tak hanya satu tempat, berada di beberapa titik terdapat mata air. Kerap ketika jam sekolah selesai, bersama teman sebaya bertualang ke mata air. Mandi, cuci dilakukan di tempat yang sama, pun saat haus datang langsung minum dari sumber air. Bagi kami air bersih dan segar, bisa didapat dengan mudah dan gratis. Sistem irigasi di sawah penduduk, menggunakan aliran dari sumber air yag berlimpah. Kala itu air bersih dimanfaatkan untuk menyuburkan padi, memudahkan petani desa dalam pekerjaannya.

Para tetua di kampung melihat mata air, dari sudut pandang beda. Pada penanggalan hitungan jawa, dikirim sesaji berupa jajan pasar dan makanan. Ketika mbah wedok ditanya, dengan jawaban klenik dijelaskan. "biar mbah dayang penunggu seneng, jadi air di sini tidak kering" ujarnya.

Penulis yang masih bocahtak sepenuhnya paham, siapa mbah dayang dan seperti apa wujudnya. Namun perasaan takut tetap saja hinggap, ketika disuruh meletakkan sajendi bawah pohon rimbun. Tergambar dibenak sosok berbaju putih longgar, melihat kami dari atas pohon.

Penggalan masa kecil kelabu berlalu, tradisipun mulai bergeser. Kini suasana kampung halaman berubah, generasi muda memilih merantau ke kota. Meninggalkan desa terpencil yang cenderung stagnan, baik dalam pembangunan fisik atau manusianya. Ketika penulis berkesempatan mudik mendapati, kampung tak sehijau dulu lagi. Air bersih kini dikelola pemerintah, masyarakat desa memakai air langganan. Pipa besi atau paralon tampak, menuju sebagian besar rumah penduduk. Tak lagi tampak orang mengusung air, dengan ember atau tempat dari gerabah tanah. Sumber air dikunjungi sedikit orang, tampak sepi dan tak terawat. Pohon yang sering penulis sambangi dengan sesaji, kini semakin rimbun dan menambah kesan angker.

Sungai yang dulu dialiri air bersih, terkesan kerontang hingga terlihat dasarnya. Sawah yang dulu menghampar, menjelma tumbuh pepohonan menjulang. Berhimpitan dengan pepohonan, tumbuh ilalang dan tanaman liar.

"lha bagaimana lagi, gak ada yang ngurus" ujar ibu yang menemani jalan jalan "anak anaknya pada pergi".

Entah dari mana pangkal masalah, sehingga air menjadi masalah pelik. Ketika berlimpah tak dihargai manusia, tetapi saat langka menjadi barang berharga. Beberapa saudara kita didaerah tandus, sangat kesulitan mengkases air bersih. Prihatin dan miris menyimak kabar beredar, namun tak punya kuasa apapun juga.

*****

Separuh lebih usia penulis berada di tanah rantau, kini merasa betapa air bersih begitu berharga. Dulu ketika masih ngekost di Surabaya, sempat tinggal di sebuah kampung. Rumah tempat menumpang, berhimpitan dengan got besar menuju aliran sungai. Untuk mandi dan cuci memakai air sumur, kalau musim kering air terasa dalam. Tapi ketika air sedang melimpah, bau tak sedap dari got menjadi aroma khas. Tak ada pilihan kecuali tetap memakai, untuk sekedar mandi dan cuci baju. Kerap penulis mandi ulang di tempat kerja, akibat kualitas air di kost yang kurang memadai.

[caption id="attachment_411457" align="aligncenter" width="543" caption="Depan perumahan penulis (dokpri)"]

142956472368304478
142956472368304478
[/caption]

Saat itu baru tumbuh rasa menyesal, teringat masa kecil abai dengan air bersih dikampung. Memperlakukan air bersih dengan seenaknya, membiarkan air terbuang percuma. Bahkan satu teman usil pernah berendam, di tempat penampungan mata air. Tanpa peduli bahwa air dialirkan lagi, untuk keperluan cuci dan mandi orang lain.

Kini setelah berkeluarga semakin terasa, bagaimana harus menghemat pemakaian air. Karena setetes air berasal dari dalam rumah, sama dengan pengeluaran yang harus diperhitungkan. Perumahan kami di daerah Tangerang Selatan, tekstur tanahnya naik turun. Rumah yang berada di bagian bawah, menjadi langganan banjir saat hujan deras datang. Tak bisa dipungkiri kualitas air tanah tak bagus, hanya layak untuk cuci dan mandi. Warga perumahan membeli air isi ulang, untuk keperluan minum dan memasak sehari hari. Penulis beruntung menempati rumah, posisinya di blok yang berada di bagian atas dan bebas banjir. Menurut penghuni pendahulu yang sudah sepuh,tanah bagian atas bekas kebun dan lapangan. Jadi kualitas airnya bagus, layak untuk minum dan memasak. Sementara tetangga yang berhadapan, kebetulan posisi tanahnya lebih rendah. Konon lokasi tersebut bekas sawah, sehingga tanahnya gembur dan kualitas air juga berbeda.

Bagi penulis tak lagi sekedar kualitas air, tetapi pemanfaatannya musti tetap dihemat. Karena yang kami pakai adalah air tanah, memerlukan pompa air untuk mengeluarkan. Otomatis berpengaruh pada meteran listrik, ketika pompa air sedang digunakan. Sebagian orang ada yang komentar, "beda tipis antara hemat dan pelit". Namun tak kami ambil pusing, toh yang kami lakukan tak merugikan siapapun.

Bisa jadi sebagai wujud empati dan prihatin, pada saudara yang tak seberuntung kami.

****

[caption id="attachment_411458" align="aligncenter" width="568" caption="dokumen pribadi"]

1429564831622506219
1429564831622506219
[/caption]

[caption id="attachment_411459" align="aligncenter" width="556" caption="dokumen pribadi"]

14295648611705527222
14295648611705527222
[/caption]

Hal kecil yang kami terapkan di rumah, demi menghemat air

- Mencuci

Kegiatan harian rutin di keluarga kecil kami adalah mencuci, kami memilih mengucek cucian pakaian dengan tangan. Baru mengeringkan dengan mesin cuci, setelah itu dijemur, terbukti lebih hemat air.Dibanding mulaidari awal proses mencuci, semua menggunakan mesin cuci. Pemakaian air lebih bisa kami kontrol, terutama air untuk mengucek dan membilas.

- Memanfaatkan satu produk pewangi sekali bilas.

Pernah kami melihat iklan di televisi, satu pewangi dan pelembut sekali bilas. Pakaian yang sudah dikucek, kemudian direndam dalam air campur dengan pewangi tersebut. Dalam sekali rendaman, busa deterjend langsung luntur. Alhasil pembilasan dilakukan cukup sekali, jadi tak perlu sering membuang air.

- Memanfaatkan air bekas cuci

Biasanya terdapat dua bagian air usai mencuci, yaitu air sabun bekas kucek, dan air bekas bilasan. Untuk air bekas kucek masih terkadung detergent, dimanfaatkanuntuk mengosek kamar mandi dan WC. Sementara air bekas bilas pakaian, dimanfaatkan untuk membilas ubin atau lantai kamar mandi atau wc yang dikosek.

- Memanfaatkan momentum hujan.

Rumah kami yang full bangunan, terdapat tanaman hias yang digantung. Saat hujan tutun kami manfaatkan menyiram tanaman, kemudian air hujan juga untuk mengosek lantai teras atau garasi. Lumayan juga kegiatanmenyiram, dan mengepel bisa bebas biaya.

[caption id="attachment_411460" align="aligncenter" width="612" caption="Dokumen Pribadi"]

14295649361336443967
14295649361336443967
[/caption]

*****

Mungkin baru sebatas hal sepele yang bisa kami lakukan, namun setidaknya berdampak bagi diri kami. Dengan penghematan yang kami terapkan, pembayaran tagihan rekening listrik juga hemat.

Juga sebagai wujud rasa empati pada orang lain, terutama yang kesulitan mendapat air bersih. (salam)

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun