Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Anakku Peniru Ulung

12 September 2014   23:18 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:51 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_358819" align="aligncenter" width="300" caption="sikecil- dok.pribadi"][/caption]

Kebiasaan keluarga kecil saya setiap menjelang malam hari usai sholat Isya adalah menghalau di sulung belajar untuk sekolah esok hari, sang ibu bertindak bak guru les privat yang setia menemani anak lelakinya meniti satu demi satu buku pelajarannya. Jangan harap ada acara televisi yang ditonton selama belajar, saya biasanya memilih membaca buku atau membuka laptop untuk menulis atau menyelesaikan pekerjaan lainnya. Tak mau ketinggalan adiknya yang baru melewati usia tiga tahun ikut ikutan duduk melantai di ruang tengah membuka buku apa saja, duduk manis disamping sang kakak. Buku yang sering dicermati biasanya  buku bergambar yang banyak warnanya atau kertas kosong kemudian mencoret coret sesuka hati dengan crayon warna.

Dulu waktu si sulung masih seusia adiknya sang ibu dengan tekun mengajari mengeja abjad dan di dinding kamar ditempel poster huruf dalam dua versi yaitu huruf besar dan huruf kecil, kini hal yang sama juga dilakukan persis seperti kakaknya tapi sebatas menempel poster huruf dan angka di dinding yang bersebelahan denganranjang. Sang ibu tidak begitu focus mengajari si kecil mengeja huruf demi huruf, karena malam hari sudah terforsir waktu pada kakaknya. Maka kalau si ragil itu sudah bosan menggambar lebih suka memperhatikan halaman buku yang sedang dibahas kakak dan ibunya. Terlebih apabila matematika ada soal cerita akan menampilkan gambar entah berupa abjad atau benda dia ikut menyimak seolah ikut belajar dan turut serta memecahkan soal hitungan, saya ayahnya yang kadang kasihan sesekali mengajak menjauh kemudian masuk kamar mengeja huruf per huruf yang ada di dinding.

Pada saat pertama mengeja dia relatif cepat menghapal huruf A sampaiH di urutan atas pada poster pada baris kedua hanya beberapa huruf dihapal dan agak bingung membedakan M dan N (terutama huruf kecilnya lumayan mirip), kemudian T dan R (juga huruf kecilnya agak mirip) dibagian terakhir agak susah melafal Q (dieja huruf I) dan X. Karena satu dan lain hal saya tak bisa rutin mengajari, namun semalam yang mengangetkan saya terjadi ternyata bungsu saya sudah mengenal huruf per huruf itu. Hanya X dan Q yang susah mengeja karena masih cadel. Saya masih ingat dulu anak pertama bisa lancar setelah membeli sekaligus mempraktekkan buku 60 hari bisa membaca, sedang anak yang kedua jangankan membeli buku 60 hari bisa membaca, sekedar poster yang didinding saja disentuh kalau lagi inget. Melihat anak kedua yang sudah bisa membaca abjad lebih cepat tanpa mengajari seintens kakaknya saat seusianya, saya dan istri jadi berbesar hati sambil menyamakan pendapat apakah karena kebiasaannya ikut ikutan belajar kakaknya maka tanpa sadar si kecil juga belajar dengan sendirinya. Tentu saja si kecil akan memahami dengan caranya sendiri, dengan pengamatannya dengan kapasitas ingatannya sendiri. Bahkan untuk beberapa kalimat atau hapalan yang dibaca sang kakak dia juga sesekali menyimak dan mendengar, seakan dia turut mengingat apa yang diingat sang kakak.

Saya jadi ingat sebuah kalimat dari Ibu Elly Risman Musa seorang ahli Parenting yang menyatakan bahwa anak anak adalah peniru ulung, apa yang dilihat dan didengar dirumah akan ditirukan persis. Maka kalau anak sering melihat orang yang di dalam rumah senang membaca, sering berdoa dan berucap yang baik maka si anak akan meniru dan mengikuti, tapi kalau yang misalnya dilihat dan didengar adalah sebaliknya seperti suka mengumpat dan berkata kasar maka alangkah ngerinya kalau si kecil mengikuti (amit amit). Keteladananlah yang akan membentuk anak anak, tak perlu berbusa dan berpanjang nasehat apabila hendak merubah atau ingin membentuk anak anak, cukup beri contoh dengan perilaku dari kedua orang tuanya.

Memang terasa naif apabila orang tua menyuruh anaknya rajin shalat tetapi si ayah malah sibuk mengambil makanan hendak bersantap malam justru ketika adzan isya sedang berkumandang, atau si ibu memohon si anak melepaskan mainan dan meminta belajar sementara ditangan ibunya tak segera dilepas remote control kecuali terus menekan tombol sambil mencari channel "Yuk Keep Smile atau YKS". Semua jadi tidak sinkron semua jadi berantakkan, kalaupun sang anak mengerjakan sholat sendirian atas perintah sang ayah atau si anak belajar sendirian atas desakan sang ibu, bisa dijamin dia melakukan setengah hati. Mengutip kalimat dari seorang bijak dan menurut saya masuk logika adalah "kalau mau punya anak pintar maka jadilah orang tua pintar, kalau mau punya anak soleh maka jadilah orang tua soleh karena orangtualah sekolah pertama bagi anak anaknya. (wallahua'lam)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun