[caption id="attachment_398549" align="aligncenter" width="560" caption="dokumen pribadi"][/caption]
Kompasianer Only Movie enthuse(i)ast Klub (KOMiK), menggelar Nobar dengan 15 Kompasianers. Beruntung saya menjadi bagian acara, di Blitz Megaplex Pacific Place pada sabtu 21 februari 2015. Sesuai kesepakatan peserta Nobar berkumpul, untuk mengambil show jam 15.00.
Lelaki sulung usia sembilan atau sepuluh tahun, menggendong adik perempuan ketika hendak mengungsi.Suasana mencekam terjadi saat musim salju, berlatar perang Korea 1950. Ayah dan ibunya juga meggendong, dua anak lain yang masih kecil. Demi menyelamatkan diri, ribuan pengugsi hendak diangkut kapal raksasa. Saat naik kapal dengan memanjat anyaman tali, adik yang digendongan si sulung jatuh. Sang kakak tentu kalang kabut, ketika mendapati kain gendongan putus. Ayah memutuskan kembali turun, mencari gadis kecil yang terlepas. Meninggalkan istri dan tiga anak, sudah berada di atas kapal raksasa.
Sebuah amanah disampaikan pada si sulung, "kalau ayah tak kembali, maka kau sebagai kepala keluarga". Si ayah turun melalui anyaman tambang, demi mendapati putri kesayangan. Malang tak bisa ditolak untung tak bisa diraih, begitu sampai di bawah, kapal raksasa beranjak pergi. Dari sinilah awal perjuangan sesungguhnya, Doek soo bocah lelaki menjalankan tugas sebagai kepala keluarga.
Sebagai sulung tumbuh dengan penuh perjuangan, demi memegang amanah dari ayah. Beranjak dewasa memutuskan kerja di tambang, demi menyekolahkan dua adiknya. Kerja keras di lorong bawah tanah, hampir merenggut nyawanya akibat longsor. Justru dari pekerjaan di tambang, mempertemukan dengan perawat Young Ja calon istri. Semua dilakukan demi keluarga, dua adik terus bersekolah bisa membangun rumah lebih bagus.
Setelah kontrak di tambang selesai, kembali ke rumah dihadapkan masalah baru. Demi biaya pernikahan adik dan membeli toko sang bibi, Doek Soo harus kembali bekerja di daerah konflik Vietnam. Saat menyelamatkan gadis kecil yang tercebur sungai, paha kanan tertembus peluru. Sampai kemudian kembali pulang, akhirnya berjalan pincang.
****
[caption id="attachment_398550" align="aligncenter" width="490" caption="Ode to My Father (dokpri)"]
Alur cerita di buat maju mundur, namun tak membuat penonton kesulitan mengikuti. Potongan potongan cerita yang ditampilkan, sehingga terasa kuat benang merahnya. Beberapa bagian dari film, dikerjakan secara kolosal. Melibatkan ribuan pemain figuran, membuat suasana peristiwa terasa hidup. Kerasnya sikap si sulung mempertahankan keluarga, dibarengi rasa tanggung jawab yang besar jelas tergambar. Menjadi pesan kuat yang disampaikan, tepat dan mengena di hati penonton. Pun ketika keluarga usul menjual toko, Doek Soo menolak mentah mentah tanpa diketahui alasannya. Sebuah pesan itulah kuncinya, sang ayah akan menyusul di toko milik bibinya. Saya pribadi cukup terkesan dengan sikap satu ini, menjadikan amanah sebagai sebuah tanggung jawab.
Film ini cukup mengaduk aduk emosi, senyum sedih tawa lengkap dihadirkan. Perjuangan belum berhenti, ketika situasi sudah kondusif pengungsi perang mencari keluarga. Akankah keluarga yang terpisah puluhan tahun berjumpa, ayah dan adik yang terlepas dari gendongan bisa berkumpul.
[caption id="attachment_398551" align="aligncenter" width="560" caption="Komik Pose Bersama (dokpri)"]
Kompasianers jangan sampai ketinggalan, segera mengunjungi bioskop terdekat. Jangan lupa sediakan tisu, saya sangsi bisa menahan embun di sudut mata anda. Sebagai informasi, filmOde to My Father, adalah film terlaris ke enam di Korea. meraup pendapatan sebesar 87,5 juta US Dollar di Korea, sedangkan di Amerika Serikat untung sebesar 1,5 juta US Dollar. Sampai akhir Januari 2015, diputar tak kurang dari 38 bioskop di negara tersebut. (salam)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H