Hari lebaran menjadi momen spesial, saat berkumpul menyambung tali silaturahmi dengan keluarga besar. Baik keluarga besar dari garis ibu atau pihak ayah, sekalian bersua dengan tetangga dan atau kawan lama.
Aneka jajanan berjajar disuguhkan di meja tamu, makanan khas diolah dan dihidangkan sebagai jamuan santap bersama. Rona ceria terpancarkan di setiap wajah, menyambut datangnya hari kemenangan atau Idul Fitri tiba.
Kebahagiaan menjadi hak milik siapa saja, tak memandang status miskin atau kaya tak membeda usia tua muda atau belia. Ketakjuban hari raya di ujung Ramadan selalu luar biasa, suka cita berpihak kepada siapa saja merayakannya.
Sementara abaikan dulu bagaimana kualitas puasa, masalah dosa dan pahala biarlah urusan personal dengan Sang Pencipta. Sesama manusia dilarang menilai hanya dari kulit luar, karena tidak mampu kita mengukur dalamnya hati orang lain.
Satu hal paling ditunggu anak-anak, setelah salaman keliling dari rumah ke rumah tetangga yang sudah sepuh. Biasanya ditutup dan dilengkapi dengan salam tempel, diberikan menjelang pamit dan keluar dari kediaman tuan rumah.
Pembagian uang lebaran dilaksanakan, diberikan khusus untuk anak-anak usia SMP ke bawah. Setelah si anak duduk di Sekolah Menengah Atas, mulai dihinggapi rasa malu ikut antre mendapat jatah uang lebaran.
"Saya sudah besar mbah," kalimat spontan terlontarkan, ketika empu rumah masih memaksa memberi uang lebaran.
Setelah prosesi pembagian uang lebaran, otomatis menambah tebal kantong anak-anak. Uang baru dengan angka ribuan sampai puluhan ribu berpindah kepemilikan, anak-anak dalam rombongan silaturahmi punya jatah jajan berlebih.
-0o0-
"Mbah, kami pamit dulu mau melanjutkan silaturahmi."
Pagi menjelang siang, ketua rombongan lebaran tahun ini mohon ijin kepada pemilik rumah. Adalah saudara tertua di keluarga dari garis ibu, lebaran ini menjadi leader prosesi berkunjung ke sanak famili.