Kompasianer, dua kali pemilu saya ikut tugas menyebarkan undangan model C. Disampaikan kepada warga, yang tinggal di satu kawasan RT. Para tetangga, yang sehari-hari bergaul atau kenal sekadarnya saja.
Kejadian unik saya alami, ketika mendatangi rumah tertentu (tertentu ya). Pemiliknya, susah banget ditemui. Padahal pagar tidak digembok, motor diparkir di luar. Karena carport-nya, harus berbagi ruang dengan mobil.
Kalau tidak salah hitung, mungkin setelah kali kelima kedatangan. Akhirnya, saya ketemu pemilik rumah. Keperluan saya simpel, hanya menyampaikan surat undangan. Ditandatangani surat tanda terima-nya, setelah itu pamit.
Rasanya lega, campur kesel tapi cukup dipendam saja. Keperluan tidak sampai lima menit, yang sangat membantu menuntaskan tugas petugas KPPS.
Saya sangat paham, setiap orang sibuk banyak kerjaan. Apalagi keluarga muda, dengan anak-anak masih kecil. Kewajiban membayar ini itu, masih menjadi tanggung jawab.
Tetapi, sesibuk dan setertutup itukah kita ? Please, sesama warga saling memudahkan urusan.
----
Kami tinggal di perumahan lama---tahun 80-an-, warganya sangat majemuk. Ada yang sudah sepuh, adalah warga perintis sejak dibuka perumahan. Kedua warga usia menengah, anak-anak warga pendahulu yang menikah tinggal di komplek yang sama.
Warga pendatang usia menengah, seperti saya sudah 15 tahun tinggal. Saya seumuran, warga kategori kedua. Setelahnya warga baru, tinggal kurang dari lima tahun. Biasanya pasangan muda, membangun rumah di tanah kosong atau membeli rumah lama.
Tugas saya mengantarkan undangan, untuk rumah yang satu jalan dengan tempat tinggal saya. Saya mulai Sabtu sore selepas ashar, sebagian besar warga libur banyak yang di rumah.
Prediksi itu tidak meleset, setengah dari jumlah undangan tersampaikan. Sisanya, ada warga pergi ke luar kota. Ada yang sabtu masih kerja, dan ada yang tidak jelas alasannya.
Saya lanjutkan minggu siang, nama-nama warga baru mulai terdistribusi. Yang ke luar kota, sebagian sudah datang. Dan kartu undangan, berkurang lumayan signifikan.
Dari ratusan surat bagian saya, tersisa sekitar 23 surat saja. Saya sudah punya gambaran, nama serta rumah dituju. Pilkada serentak 2024, semoga berjalan lancar di lingkungan kami.
Catatan Petugas KPPS: Sesibuk dan Setertutup Itukah Kita?
Sebagai warga penyangga Jakarta, kami memaklumi kesibukan. Di perumahan kami, sangat jarang diadakan kegiatan kumpul warga. Seingat saya, setahun belum tentu sekali ketemu. Setelah lebaran ada halal bihalal, itupun banyak yang tidak datang.
Awal saya pindah (tahun 2009), ketua RT adalah warga lama yang sangat aktif. Sebulan sekali ada kerja bakti, sesekali rembugan soal lingkungan. Kalau ada warga meninggal, kami datang membantu mengurus jenasah.
Kini pengurus RT generasi kedua, beda karakter dan kebiasaan dengan pendahulu. Jarangnya berkegiatan bersama, dampaknya dirasakan sekarang. Saya kesulitan, mengenali nama-nama warga baru. Hanya satu dua orang, familiar muka tapi tidak tahu nama.
-------
Setelah minggu sore surat dibagikan, sebagian akan diantar senin pagi. Sebelum mengantar anak sekolah, saya datangi beberapa rumah. Alhamdulillah, ada yang satu rumah dengan 5 pemilih ada yang 3 pemilih.
Terhitung sisa sebelas kartu undangan model C, rencana dibagikan senin malam. Saya musti ke Jakarta Utara, ada kerjaan yang musti ditunaikan.
Saya update di group WA, nama belum terdistribusi. Satu petugas KPPS hapal warga, seketika menyahut dan berbagi kabar. Satu nama dinas ke luar kota, satu nama lainnya sudah pindah rumah sejak lama.
Yang menggelitik dan bikin penasaran, adalah empat nama ghoib. Mereka bukan warga kami, tetapi selalu ada undangannya saat pemilu. Ada juga alamat ghoib, ada nomor rumah tapi di kenyataan tidak ada nomor tersebut.
Sembilan nama dinyatakan tidak usah diantar, tinggal dua surat undangan diantar. Suami istri super sibuk, hanya ada di jam tertentu. Sesuai saran saya datang jam 7 malam, rumah gelap pintu tertutup rapat. Setengah sembilan datang lagi, dua teman KPPS ikut sekalian lewat.
Pada kedatangan kedua, ada motor di parkir di depan rumah. Carport-nya ada mobil, gembok pagar dalam posisi tidak terkunci.
Bertiga, bergantian kami mengetok pagar, memanggil nama, tidak ada sautan sama sekali. Sempat terbersit ide, langsung nyelonong tapi urung karena tidak sopan. Saking gemesnya, saya datangi pagi selepas subuh. Jam setengah enam, biasanya siap-siap berangkat kerja.
Alhamdulillah, pas banget ibu pemilik rumah sedang di teras. Tidak bisa mengelak, ketika saya panggil namanya. Lega meski ada sedikit kesal, sesibuk dan setertutup itukah kita?Â
Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H