Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Pendakian Kita Sama Hanya Kerikilnya yang Berbeda

24 November 2024   10:58 Diperbarui: 24 November 2024   11:00 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
tangkapan layar status FB @cahayaislam

Ada rumah tangga yang suaminya penyayang, tapi ekonominya sempit. Ada rumah tangga yang ekonominya lancar, tapi belum punya momongan. Ada rumah tangga yang punya banyak anak, tapi diuji dengan kesehatan. 

Ada pula keluarganya semuanya sehat, tetapi dapat mertua yang penuh dengan kebencian. Kita semua mendaki jalan yang sama, hanya kerikil dan sandungannya berbeda @cahayaislam

Kompasianer, status medsos di akun di atas, sangat saya sepakati. Betapa setiap kejadian di dunia ini, tidak ada yang selalu berjalan ideal. Bahwa setiap hidup orang, akan bersanding dengan pergulatan masing-masing.

Kalaupun ada, orang yang terkesan enak terus. Hidup berkecukupan, dengan anak-anak patuh pada orangtua. Suami istri tidak neko-neko, anyem tentram damai sejahtera. Yakinlah, sejatinya tidak sesempurna itu. 

Tidak ada manusia sempurna, dengan hidup bertabur keenakan belaka. Bahwa sedih senang, beruntung merugi, kejatuhan dan kebangkitan, adalah hal wajar.

Kalau ada yang terlihat orang tanpa kesulita, berarti orang tersebut pintar mengelola gejolak dalam dirinya. Tidak mau menampakkan pergulatannya, tentu dengan pertimbangan sedemikian matan.

So, jangan diterus- teruskan. Memperbandingkan nasib diri, dengan garis tangan orang lain. Jangan merasa paling menderita, bisa jadi ada yang lebih menderita tapi tidak berisik. Bahwa hidup sedemikian random, apapun bisa berubah seketika.

Bahwa dalam satu lulusan sekolah, yang rajin belum tentu lebih sukses di kemudian hari. Tak jarang yang sekolahnya malas-malasan, karirnya cemerlang. Pun anak yang lahir dari satu rahim, ada yang menonjol dibandingkan saudara lainnya.

Tetapi yakinlah, masing --masing orang memiliki ujian dan cobaan. Karena pendakian kita sama, hanya kerikilnya yang berbeda.

-----

suasana jelan ijab kabul- dokumentasi pribadi
suasana jelan ijab kabul- dokumentasi pribadi

"Lu enak, suami lu kerjaannya mapan, minta apa-apa dituruti, pergi ke mana saja bisa. Lha gue,..."

"Hidup lu sih tenang, rumah nggak nyicil. Kendaraan lunas, anak-anak udah gede. Lha gue.."

Kompasianer, pernah nggak dibandingkan ?

Kita dilihat orang lain, dari sisi keenakan-keenakan versi pengomentar. Ujung-ujungnya, ada maksud dan tujuan terselubung setelahnya. Biasanya terkait uang, biasanya terkait minta dibantu dan semisalnya.

Saya pernah mengalami hal itu, saya memilih diam tersenyum dan mengaminkan. Meski tetap ada dongkolnya, ketika saya dikata-katain karena tidak meminjami uang. Karena saat itu, kami juga sedang tidak berlebih, dan ada kebutuhan lain musti ditunaikan.

Saya dan istri, termasuk orang yang tidak berisik. Kesulitan yang dialami, biarlah kami sendiri yang menanggungnya. Tidak kami ceritakan ke sembarang orang, hanya yang dekat itupun kalau terpaksa.

Apalagi cerita ke orangtua, pantang bagi kami mengabarkan kesulitan. Sampai ayah saya meninggal, menyusul kedua mertua meninggal. Seingat kami, sekalipun tak ada keluh kesah. Kini tinggal ibu yang sudah sepuh, tak ingin saya menambah beban pikiran.

Kami sebagai suami istri, sudah ditempa dengan kehidupan. Sebagai orang dewasa, sudah seharusnya menanggung risiko atas perbuatan sendiri.

Pendakian Kita Sama Hanya Kerikilnya yang Berbeda

tangkapan layar status FB @cahayaislam
tangkapan layar status FB @cahayaislam

Kompasianer, masing-masing kita bersanding dengan ketidak idealan. Tugas kita, adalah berdamai dengan kondisi dan terus beusaha. Mengatasi ketidak idealan itu, sehingga hari ke hari berjalan dengan balance -- seimbang.

Kehidupan dengan segala dinamika-nya, sejatinya membuat hari hari kita terasa  semarak. Memang benar, menguras pikiran, menyita waktu dan tenaga, makan hati ataupun perasaan. Namun, demikianlah hukum alam berjalan.

Coba Kompasianer bayangkan, kalau kita hidup flat- flat saja. Tidak ada masalah diselesaikan, apa-apa sudah terpenuhi, sama sekali tidak dihampiri masalah. Kemungkinan besar, akan sangat membosankan dan kita tidak punya daya juang.

Kita semua, sesungguhnya telah memiliki suratan takdir. Dan takdir itu rahasia, tidak seorangpun bisa mengenggam garis hidupnya. Apa yang terjadi nanti, kita sangatlah buta akan hal itu. Kemisterian hidup, membuat hidup menjadi lebih hidup.

Kerahasiaan inilah, yang bisa menjadi alasan terbesar. Setiap orang tidak mudah putus asa, karena bisa memendam harapan besar. Untuk terwujudnya kebaikan-kebaikan, demi peningkatan kualitas dirinya.

Maka yang saat ini sedang terpuruk, jangan sampai dikuasa perasaan nelangsa. Pun yang sedang berjaya, please jangan bangga bertepuk dada. Karena semudah itu, kehidupan bisa membalikan semua keadaan.

So, jalani hidup dengan sewajarnya saja. Sedih secukupnya, senang sepantasnya, jangan sampai membuat orang lain merasa tak nyaman. Karena setiap orang, akan dipergilirkan dari satu keadaan ke keadaan berikutnya.

Karena setiap orang, memiliki badai yang harius ditempuh. Yang tidak bisa dipersamakan, yang tidak bisa diperbandingkan. Dan pendakian kita sama, hanya kerikilnya yang berbeda. Semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun