Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Bahwa Menikah Bukan Sekadar Menua Bersama

27 September 2024   14:12 Diperbarui: 27 September 2024   15:05 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suatu waktu, saya pernah mendengar cerita istri. Sebuah kejadian di pemakanan umum, di kampung halaman di Jawa Timur. Ibu khusyu berdoa, bersimpuh di samping makam (alm) ayahanda. Doa lirih dideraskan, tampak mengalir air bening di pipi keriput itu.

"Sesayang dan sekehilangan itu," si menantu menilai ibu mertuanya.

Saya mengangguk perlahan, seratus persen membenarkan kesimpulan istri. Sembari mengundang kilasan-kilasan memori, perjalanan pernikahan kedua orangtua saya.

---

Lika-liku rumah tangga ayah dan ibu, saya rekam melalui rangkaian cerita demi cerita.  Beberapa kisah cukup penting, saya dengar sepeninggal ayah. Yaitu setelah anak bungsu ini menikah, dan ayah sempat melihat cucu dari saya.

Ayah dan ibu, menikah di penghujung tahun 50-an. Di awal pernikahan keduanya LDR-an, ibu di rumah mertua, suami mengajar di desa seberang.

"aku langsung ra krasan, pas pakmu budal ngajar" kisah ibu suatu hari.

Setelah kelahiran anak kedua, sang suami mendapat fitnah keji. Peristiwa kelam bangsa pada pertengahan 60-an, berimbas pada orang awam politik. Lelaki sederhana itu, terkena teror dan tekanan mental. Hingga diungsikan ke rumah saudara, sembari berobat ke RSJ.

Akhirnya saya tahu jawaban, perihal  jauhnya jarak lahir kakak kedua dan ketiga. Kemudian sikap pendiam ayah, yang menurut saya berlebihan. Bahkan kalau ngobrol dengan saya, suaranya cenderung pelan tak terdengar.

Saat saya SD dan dua kakak tertua sudah kuliah. Adalah masa penuh drama, di keluarga sederhana itu. Di pergantian tahun ajaran baru, enam anak naik ke jenjang lebih tinggi. Pontang-panting orangtua, memenuhi  uang pembayaran sekolah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun