Kompasianer's, membahas jodoh memang tak ada habisnya. Setiap orang tidak bisa memastikan, kedatangan jodoh untuk dirinya sendiri. Benar ya, manusia memang selemah itu.
Tugas kita adalah sebatas berusaha, agar ketemu dengan pasangan yang setara. Meski perjuangan untuk hal itu, tidaklah mudah dan sangat banyak rintangan. Setiap orang, melewati pergualatan menjemput jodohnya. Dan ketangguhan seseorang, bisa dibentuk dari kesanggupan menyelesaikan tantangan-nya.
Ada orang yang jodohnya cepat, ada yang datangnya lambat. Ada yang menikah diusia dini atau  diusia ideal, tetapi tidak sedikit yang menikah di umur matang. Pun ada, yang dipersuakan jodoh di masa senja.
Saya sepakat, soal jodoh tidak bisa diperbandingkan. So, please, jangan bebani orang, dengan pertanyaan 'kapan nikah'. Saat berinteraksi dengan orang, yang diketahui masih sendiri dan di usia tidak muda.
Kalau tujuannya olok-olok dan mencemooh, lebih baik urungkan dan hentikan. Kalau ejekan itu diteruskan, dijamin bakalan renggang hubungan pertemanan. Â
Kalapun diniatkan membantu mencarikan solusi, sebaiknya dibicarakan dengan baik dicari timing yang tepat. Perhatikan reaksi yang dibantu, apakah welcome atau menolak.
------
"Jodoh itu ada dua kemungkinan, pertama jodoh cerminan diri, kedua jodoh kita pelengkap diri kita. Tapi ada satu yang kadang terlupa, jodoh adalah ujian, boleh jadi kita adalah ujian buat dia atau dia ujian buat kita,' Ustad Irfan Rizki.
Pagi selepas subuh, ada video yang lewat di beranda medsos saya. Konten video dari akun milik Ustad Irfan, yang membahas soal jodoh. Â Saya menyimak, memutarnya berulang-ulang. Sungguh sepakat, yang disampaikan ustad sangat related. Tiga point ada disampaikan di konten tersebut, ketiga- tiganya saya aminkan.
Soal jodoh cerminan diri, rasanya sejalan anjuran menikah dengan sekufu/ sepadan. Kesepadanan suami istri, membuat pasangan memiliki kesamaan di pemikiran.Â