Jangan adu capek; Saling adu capek ga akan ada habisnya, karena semua juga capek dan berusaha di perannya masing-masing. Adu capek hanya akan memicu kritik pedas, konflik besar, jadi bom waktu untuk rumah tangga.
Tulisan ini, terinspirasi dari sebuah postingan di media sosial. Postingan yang dibuat kolase, menampilkan beberapa point yang berpotensi mengganggu hubungan suami istri. Uniknya di slide awal, ditulis "nasehat dari mereka yang udah cerai".
Membaca tulisan paling depan, lumayan memantik rasa penasaran saya. Setelah menyusuri slide per slide, rasanya sangat relate dan masuh akal. Saya merasa, kemungkinan pemberi nasehat pernah atau sudah mengalami sendiri.
Kompasianer, relasi suami istri itu sungguh sangat unik.
Bermula dari dua orang (lelaki dan perempuan) yang bukan siapa-siapa. Dengan latar berbeda, lingkungan pergaulan dan atau pertemanan yang tidak sama. Kemudian dengan prosesi ijab qabul, seketika mengubah banyak hal.
Dua orang asing itu, tiba-tiba berubah menjadi suami istri. Memiliki ikatan kuat, yang harus dirawat dan dipertahankan. Hal-hal yang semula dilarang bahkan diharamkan, berbalik menjadi halal bahkan mengundang keberkahan.
Hal yang tidak boleh, seperti berpegangan tangan bagi yang bukan muhrim. Kemudian beradu pandang, bersentuhan, mendadak sangat diperbolehkan. Bahkan hingga urusan pemenuhan kebutuhan seks, menjadi sesuatu yang mengundang keberkahan.
Tapi bagaimanapun, suami dan istri tetaplah dua kepala dengan isi berbeda. Kalau perbedaan itu dikedepankan, demi pemuasan ego masing-masing, bisa bahaya. Cepat atau lambat akan meledak, dan dampaknya akan berlarut-larut. Perpisahan suami istri, akan berpengaruh pada perkembangan anak-anak.
Maka di kehidupan pernikahan, suami istri dituntut terus belajar dan mengilmui diri. Suami istri bisa mengontrol dan mengelola ego, agar keseimbangan itu bisa dijaga.
Apalagi kalau sudah ada anak, ego ini mustilah ditekan sedemikian rupa. Proses pendewasaan sejati, akan terjadi di fase ini.
-----