Kali pertama, saya mengenal nama Opa Tjiptadinata Efendi. Melalui tulisan- tulisan beliau, yang tayang rutin di blog UGC Kompasiana. Kala itu tahun 2014, saya baru membuat akun dan menulis di Kompasiana.
Siapa nyana, beberapa bulan setelah menulis di Kompasiana. Saya berkesempatan bersua, dengan pasangan serasi Opa Tjip dan Oma Rose. Ketika itu di acara kompasianival 2014, diadakan di Sasono langen Budoyo Taman Mini Indonesia Indah.
Kali pertama bertemu, kami saling menyapa, berjabat tangan dan tidak ada rasa canggung. Ngobrol bersama Kompasianer's lain, kemudian berfoto bersama.
Sebagai pasangan suami istri, kesan mesra sangatlah kental saya tangkap. Meski telah puluhan tahun berumah tangga, Opa tampak sangat perhatian dengan Oma. Saya memang tidak mengenal dekat, tetapi saya bisa merasakan ada cinta sejati bersemanyam di hati keduanya.
Bagi saya yang sangat junior, dengan usia pernikahan jauh dibawah pasangan Opa Oma ini. Keduanya tentu menjadi inspirasi, soal merawat dan memupuk kasih sayang. Saya berharap dengan sungguh, bisa memiliki pernikahan yang langgeng hingga hanya maut memisahkan---aamiin.
-----
Jujurly, di dunia tulis menulis Opa Tjip menjadi salah satu panutan. Saya pernah membaca tulisan Opa Tjip, tentang target one day one post. Komitmen itu (setau saya) terpertahankan, bahkan sampai tulisan ini dibuat.
Dan beberapa tahun belakangan, saya mengikuti target posting satu artikel satu hari. Kemudian manfaatnya saya rasakan, yaitu pikiran terasah dan produktif. Ketika masa pandemi, saya memulai sehari posting satu tulisan. Konon melalui kegiatan menulis, bisa membantu menghindari pikun.
Pun, soal membangun rumah tangga. Lagi-lagi, pasangan Opa Tjip dan Oma Rose menjadi panutan. Keduanya telah menempuh liku-liku pernikahan, bertahan hingga menuju 60 tahun.
Bukan perjalanan yang singkat, tentunya sarat dengan kisah jatuh bangunnya. Pernikahan yang terjalin dari 2 januari 1965 itu, masih sedemikian kokoh dan kukuhnya.