Alm Kakek dan almh nenek, kemudian kedua orangtua saya adalah orang kuno. Mereka dengan jalan pikiran sederhana, tidak neko-neko menjalani kehidupan. Â Saya menjadi saksi hidup, bagaimana hubungan dua pasangan beda jaman ini.
Mereka bisa dibilang tidak selalu akur, bahkan (di depan mata saya) jauh dari kesan romantis. Kakek pernah kedapatan, marah kepada nenek karena salah paham. Pun ayah saya dapati cek cok dengan ibu, karena masalah yang saya belum pahami kala itu.
Tetapi faktanya, mereka bersetia hanya pada satu pasangan. Sependek yang saya tahu, masing-masing dari mereka tak pernah hatinya mendua. Seribut apapun kejadian, tak butuh waktu lama untuk akur dan baikan. Pun ketika di situasi kesempitan, mereka erat bergandeng tangan.
Pernikahan kakek dan nenek dan pernikahan ayah dan ibu, terbukti hanya maut yang memisahkan. Setelah puluhan tahun hidup bersama, sampai dikaruniai cicit (anak dari cucu). Lagi-lagi saya menjadi saksi, betapa dalamnya rasa cinta nenek ke kakek, pun rasa cinta ibu ke ayah.
Sepeninggal kakek, nenek sangat kehilangan kala itu. Berbulan-bulan kesedihan itu melanda, badan nenek sampai kurus. Hingga suatu saat nenek bercerita ke ibu saya, berjumpa dengan kakek di mimpi dan nitip pesan. Setelahnya, sedih nenek seperti tertepiskan
Sikap serupa ditunjukkan ibu, yang seperti orang bingung setelah kepergian ayah. Beliau sangat khusyu (sampai mbrebes mili), ketika mendoakan almarhum suaminya. Rasa kehilangan yang sangat, berangsur menepis seiring berjalannya waktu.
-----
Meski nenek tipe keras kepala, sama sekali tak memalingkan hati kakek. Kakek yang petani dan tukang jagal (sapi dan kambing), disupport oleh istrinya. Keseharian nenek sebagai penjual daging kambing, kambing yang diternak dan disembeli oleh suaminya.
Sifat keras kepala itu menurun ke ibu, yang dinikahi ayah yang guru dengan pembawaan kalem. Ibu kerap tidak sabaran, diredam sifat ayah yang lebih banyak mengalah.