Selepas SMA dan merantau, saya (mau tak mau) tinggal di kost. Â Dunia kost dengan segala permasalahan, pernah saya alami dan rasakan sendiri. Punya teman kost yang ngeselin, teman yang cueknya minta ampun, termasuk teman yang baik banget.
Saya juga punya banyak pengalaman, saat Ramadan di kost-kostan. Musti bangun lebih awal, agar tidak kehabisan menu sahur. Membeli menu berbuka lebih awal, sebelum warung langganan ramai konsumen.
Termasuk berkreasi menu berbuka/ sahur, menyiasati pengeluaran agar tidak membengkak. Atau berkreasi menu, karena tidak punya pilihan. Mengingat mendekati hari lebaran, banyak warung makan yang tutup.
-----
Saya sangat ingat kali pertama ngekost, hanya beberapa bulan di daerah Wirobrajan Jogjakarta. Kala itu jelang ujian perguruan tinggi negeri, saya ikut bimbingan belajar. Setelah tidak lolos, pindah bekerja dan kuliah di Surabaya. Di kota pahlawan lumayan lama, sekitar 9 tahun-an.
Kemudian merantau ke Jakarta, tiga kali pindah kost semuanya di daerah Jakarta selatan. Yang paling awet, saya  ngekost di daerah Radio Dalam. Tuan rumahnya asli Malang, beliau baik banget sampai saya akrab dengan anak dan cucunya.
Dari tiga kota perantauan disinggahi, paling lama tinggal di Jakarta. Tiga tahun pertama di ibukota, masih status bujangan. Ketika itu sempat tidak kerasan, kepikiran balik ke Surabaya.
Di tahun ke empat saya menikah, menetap di Tangerang Selatan sampai sekarang. Di awal menikah kami tinggal di kontrakan, sampai alhamdulillah bisa membeli rumah. Kalau dihitung-hitung, sekitar 16 tahun-an saya menjadi anak kost.
Seluk beluk dunia ngekost, saya sudah banyak mengalami Termasuk pengalaman saat bulan puasa, yang mengesankan dan tak bisa dilupakan.
Saya pernah bangun kesiangan dan kelewatan sahur, pernah sengaja tidak mudik alasan pekerjaan lembur. Padahal saya tidak siap, ditanya saudara soal pasangan.
Pun soal kreasi menu berbuka/ sahur, saya juga pernah lakukan. Maklum anak kost, maunya berhemat pengeluaran.
Kreasi Menu Berbuka Puasa Ala Anak KostÂ
Ketika itu di awal bulan Ramadan, ibu kost berpesan kepada kami anak kost. Kalau mau pakai kompor atau panci, tidak usah sungkan. Buat masak mie instan, atau bikin minuman anget.
Rumah kost di tempat kami, berukuran sedang dengan tiga kamar kost. Dau kamar kkost dilantai dua yang satu di bawah, pintu masuk kost-an terpisah dengan rumah utama. Kami penghuni kost-an cukup akrab, sering ngobrol berbagi makanan.
Karena ibu Kost wanti-wanti di awal puasa, saya sengaja stok bahan makanan. Sore itu saya belanja mie instan, telur, sarden, teh, gula, sirup. Stok makanan yang praktis, dan mengolahnya juga simple. Ibu kost yang baik hati, tak enggan berbagi takjil berbuka.
Puasa minggu pertama sampai minggu ketiga, nyaris tanpa kendala soal berbuka dan sahur. Saya membeli di warteg dekat kost, atau penjual di sepanjang jalan. Ketika itu belum aplikasi pesan makanan, semua dibeli secara online.
Ketersedian menu berbuka juga banyak, tidak mengkhawatirkan bagi kami anak kost. Beberapa kali saya mendapat undangan berbuka, lumayan tidak perlu keluar uang.
Baru di minggu ke empat puasa, saya merasakan ada yang berbeda. Beberapa warung langganan tutup, satu persatu penjualnya mudik. Penjual takjil yang biasanya ramai, juga perlahan-lahan menghilang. Saya pernah ditolak satu warung yang buka, makanan yang ada buat berbuka sendiri.
Saya terdesak, mau tak mau musti berkreasi menu berbuka (dan sahur pastinya). Saya sudah stok mie instan, telur dan sarden. Mulai mengolah bahan yang ada, toh tinggal tuang dan jadi. Hari pertama kedua, saya masak seperti petunjuk di bungkus mie. Hari ketiga, saya mencari cara agar tidak membosankan.
Akhirnya kepikiran, membuat omelet mie instan. Setelah mie instan jadi, saya aduk dengan telur dan digoreng lagi. Besoknya saya berkreasi lagi, kalai ini telor diaduk dengan sarden. So menu kala itu, mie goreng instan lauknya telur sarden.
Saking bingungnya berkreasi menu, saya pernah mengolah mie dengan cara tak biasa. Mula mula saya merendam air panas dengan teh, dan air itu kemudian dipakai masak mie instan. Rasana aneh --hehehe---mie rasa teh, tapi dimakan saja karena tidak punya pilihan.
Kalau ingat hal itu, senyum ini seketika mengembang. Kompasianer's yang juga anak kost, apa menu kreasimu?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H