"Teman-teman, minggu depan buka puasa di Pasaraya Blok M, yuk" celetuk seorang teman.
Kami teman sekantor, pindah ke Jakarta secara bersamaan. Dulu melamar pekerjaan, di sebuah kantor iklan di Surabaya. Proses seleksi cukup panjang, diadakan di kantor cabang di kota Pahlawan. Uniknya, setiap wawancara disampaikan untuk penempatan di Jakarta.
Saya pencari kerja dan butuh pekerjaan, mengiyakan saja tawaran itu. Karena yang penting bekerja, urusan pindah urusan belakangan. Apalagi gaji dijanjikan, menggunakan patokan UMR ibukota. Sangat cukup, memenuhi kebutuhan hidup seorang bujangan.
Kami sekitar lima belas orang, berangkat ke Jakarta (ada yang sendiri ada yang barengan). Bekerja di metropolitan, membuka kesempatan bertemu, berkenalan banyak orang. Terhitung baru setengah tahun berjalan, ada yang resign atau pindah kantor baru. Saya bertahan satu tahun lebih, setelahnya pindah ke kantor media ternama.
Meski berbeda kantor, kami tetap terhubung di aplikasi percakapan. Selain saling bertukar kabar, juga bertukar pengalaman baru. Hingga tercetus ide, berbuka puasa bersama. Dipilih di lokasi tengah, yang mudah dijangkau moda transportasi.
---
Bukber dengan teman lawas, menyenangkan dan sekalian berkangen-kangenan. Hal yang jamak terjadi, sholat maghribnya lewat apalagi tarawehnya bablas. Ketika saya mempermasalahkan hal ini, teman yang satu kost bedalih, bahwa taraweh bisa sendiri. Nyatanya sampai di kost, teman ini langsung tidur dan tidak taraweh.
Oke, saya sepakat, bahwa taraweh bukan sholat wajib. Tetapi kalau tidak ada hal urgent atau ada udzur, bukankah sebaiknya ditunaikan. Mengingat taraweh, adanya hanya di malam bulan suci.
Acara bukber, menurut saya bukan hal urgent atau mengandung udzur. Jangan sampai, membuat maghrib berjamaah lewat dan taraweh hilang.