Belakangan selain euforia Pilpres, hawa-hawa bulan Ramadan sudah terasa. Di medsos mulai berseliweran, konten yang berjualan kurma. Camilan khas bulan puasa, menjadi alternatif takjil saat berbuka. Harga dipatok lumayan terjangkau, memantik keinginan berbelanja.
Sungguh sangat menghibur, diantara postingan gontok-gontokan para pendukung capres. Mengingat tahun ini, saya berjibaku sebagai petugas KPPS. Mendekati hari pencoblosan, kesibukan soal pemilu mulai bertambah.
Balik ke soal bulan Ramadan, saya ingat banget kejadian semasa bujang. Bahagia sekiranya Alloh SWT masih memberi waktu, menjalankan ibadah yang luar biasa. Sebulan penuh menahan hawa nafsu, memroses diri menjadi lebih baik.
 Tetapi seminggu terakhir puasa, mulai bimbang antara mudik atau tetap tinggal di tanah orang. Berkecamuk di benak ini, tak siap mendengar pertanyaan yang diulang-ulang saban lebaran. Dilontarkan oleh saudara, tetangga, atau teman-teman sepantaran.
Nada-nada julid itu tak bisa diabaikan begitu saja, ditambah gestur dan mimik muka yang sangat mendukung. Sungguh, saya merasakan tidak nyamannya diintimidasi. Berada di tengah sekumpulan orang, dan saya merasa dijadiksn sasaran olok-olok (oleh segelintir orang).
Alhamdulilah, di kemudian hari saya bisa melewati hal itu. Di hari tidak disangka, saya bisa mematahkan keadaan. Menemukan tambatan hati di usia yang tidak belia, membuat para pengolok terbungkam mulutnya. Di kemudian hari, saudara terjulid itu minta maaf dan saya memaafkan.
So, jangan mudah menjatuhkan orang lain, dengan keadaannya saat ini. Situasi sangat bisa berubah, tanpa bisa diduga.
----
"Kamu tuh bagus, mosok to gak enek sing gelem"
(kamu itu cakep, masa ga ada yang mau)
"Kerjoan wis apik, tabungan wis enek, sing urung mung calon"
(kerjaan sudah bagus, tabungan sudah ada, yang belum cuma calonnya)
"Gek opo eneh sing digoleki, kakean pertimbangan yo ra oleh-oleh"
(apa lagi yang dicari, kebanyakan pertimbangan ya nggak dapat-dapat)
Lebaran dengan aneka pertanyaan memojokan, diulang-ulang bahkan di luar hari kemenangan. Sungguh membuat hati tidak nyaman, sekaligus memperkuat alasan saya untuk tidak pulang di lebaran berikutnya.
Saya pernah sampai di satu titik, hati ini tidak antusias menyambut datangnya idul fitri. Ketika sebagian besar orang, sedang sibuk mempersiapkan tiket mudik. Pada saat yang bersamaan, saya sibuk mencari alasan untuk tidak mudik.