Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Pernikahan Butuh Sedikit Cinta Sisanya Teman

28 Januari 2024   08:50 Diperbarui: 28 Januari 2024   08:51 444
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebuah status di medsos, lewat di beranda saya sore itu. Menuliskan judul yang cukup menggelitik, "Pernikahan itu cuma butuh sedikit cinta". Menurut saya, judul status ini cukuplah relate dengan keseharian.

Terutama bagi suami istri, yang  telah mengarungi belasan tahun berumah tangga. Bagi pasangan lawas, yang telah merasakan asam garamnya pernikahan. Apalagi setelah membaca tuntas isi status itu, saya semakin mengamini.

Saya juga penah dibuat sepakat, dengan ide di balik terciptanya lagu "Serta Mulia" milik Sal Priadi. Bahwa pernikahan itu memiliki fase, dan pergeseran prioritas itu nyata dan wajar adanya. Tetapi bahwa ada yang lebih krusial, adalah memegang teguh komitmen.

Menurut Sal, di awal pernikahan kehidupan ini akan terasa indah. Orang biasa menyebut bulan madu, namanya madu pasti manis rasanya. Saat suami istri bisa melampiaskan (maaf) nafsu, hal yang belum dihalalkan saat menyandang status bujang.

Tetapi ketika usia pernikahan berjalan semakin panjang, pada lima, sepuluh, kemudian belasan tahun berjalan. Ketika masalah satu persatu menghampiri, dan suami istri membahu bekerja sama. Maka akan terjadi pergeseran prioritas, dan hal tersebut sangat wajar terjadi.

Misalnya setelah tinggal mandiri (ngontrak/rumah sendiri), maka fokus pikiran suami istri mulai terpecah. Bahwa setiap awal bulan, ada kewajiban musti diselesaikan. Yaitu membayar tagihan listrik dan air, membeli beras dan isi dapur.

Kemudian setalah anak lahir, maka musti ada budget membeli susu dan diapers anak. Sungguh, biaya susu, diapers, segala kebutuhan anak tidaklah murah. Sang suami sebagai kepala keluarga, kini dituntut bergegas berangkat lebih dini.

Bekerja demi memenuhi kebutuhan keluarga, demi anak tidak menangis kelaparan. Agar asap dapur tetap ngebul, sehingga kehidupan bisa terus berjalan. Sampai sampai dibela-belain pulang setelah larut, demi mengejar pendapatan yang lebih besar.

Maka soal berhubungan suami istri, sangat mungkin tidak lagi seintens saat pengantin baru. Bahwa ada hal lain, yang lebih membutuhkan konsentrasi.

Apalagi setelah anak beranjak besar, mulai masuk sekolah. Ayah bertambah sejumlah tanggung jawab, menyangkut sekolah anak-anak. Maka pada fase ini, menikah sudah tentang mempertahankan komitmen.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun