Tahun 2014, menjadi kali pertama saya menulis di Kompasiana. Menulis sebisanya, menulis ala-ala, mengingat saya yang tidak ahli-ahli banget soal menulis. Konsep learning by doing saya praktekkan, dan tidak lupa aktif berjejaring.
Bagi saya, kopdar dan menjalin pertemanan secara langsung sungguh berbeda. Suasana dan vibes-nya dapet, tidak bisa digantikan dengan pertemanan melalui online. Bertemu muka, ngobrol, menunjukkan mimik dan bahasa tubuh. Tentu akan memberi kesan, dan tidak didapatkan dengan berjejaring via medsos dan atau tulisan saja.
Maka saya cukup antusias, ketika masanya Kompasiana Nangkring kerap diadakan. Termasuk acara semisal, diadakan Kompasiana baik di Jabodetabek atau luar kota. Â Melalui Kompasiana, saya pernah menginap di Pulau Bidadari. Pernah menjelajah, kota Jogja- Klaten- Solo selama 3 hari dua malam.
Dan yang membuat saya enggan berpaling, Kompasiana menjadi jalan terbukanya peluang baru. Selama dua tahun saya pernah, menjadi KOL (key opinion leader) brand buah. Beberapa kesempatan lain datang, dari pintu yang tidak saya duga, berkat Kompasiana.
----
Sebenarnya cerita ini, sudah sering saya ulang-ulang di beberapa tulisan. Tetapi bagaimana lagi, mengingat temanya sesuai yang ingin dibahas. Yaitu tentang keterlibatan saya, di beberapa Komunitas di Kompasiana.
Saya pernah menjadi admin Komunitas Film di Kompasiana, kemudian berlanjut menjadi admin Kompasianers Tangerang Selatan. Masing-masing punya tantangan, tentang bagaimana agar kegiatan komunitas tetap berjalan.
Dan soal tulisan berdampak, salah satunya saya rasakan saat menggawangi Ketapels. Komunitas yang berbasis wilayah ini, memungkinkan saya berkreasi di banyak ragam kegiatan. Baik berkaitan dengan UMKM-nya, bersinergi dengan komunitas lokal di Tangsel, pun dengan yayasan sosial.
Di beberapa kegiatan komunitas lokal, kami bisa saling membantu. Seperti ketika acara sunatan massal, ada team mencari peserta dan team kerjasama dengan rumah sunat. Pun ketika berbagai takjil Ramadan, saya bekerjasama dengan brand buah (tempat saya menjadi KOL). Sementara komunitas lokal Tangsel, mengurusi pengadaan relawan.