"Ntar gue pikir-pikir dulu ya" balasnya ragu-ragu.
Sebenarnya, saya juga tidak asal mencarikan kenalan. Sampai melibatkan istri, agar ada yang diajak diskusi memberi sumbang saran. Pertimbangan yang menguatkan saya, pria ini punya pengalaman dengan dua anak. Artinya dari sisi kedewasaan terbukti. Berpisah karena meninggal, bahkan dua tahun selepas kepergian istri belum menikah. Artinya bisa dikategorikan lelaki setia, dan bertanggung jawab.Â
Dari jawaban disampaikan teman ini, saya bisa menerka gelagat. Teman perempuan tidak berkenan, dan tak ingin menindaklanjuti. Padahal info sekilas , sama sekali belum menggambarkan keseluruhan calon tersebut. Dan tidak ada salahnya bekenalan dulu, cocok atau tidak urusan kemudian.
Terbukti benar perkiraan saya, satu dua bulan berikutanya, tak ada bahasan soal duda dua anak. Dari kejadian ini, saya sampai pada satu hikmah. Â Bahwa seriusnya manusia berikhtiar, berkontribusi dalam memuluskan terkabulnya doa.
Syariat Menikah Sebagai Bukti Manusia Tidak Sempurna
"Jika seseorang menikah, maka ia telah menyempurnakan separuh agamanya. Karenanya, bertakwalah pada Allah pada separuh yang lainnya." (HR. Al Baihaqi)
Nabi Adam AS, diciptakan Alloh SWT dan tinggal di surga. Kurang apa coba, tinggal di Surga dengan fasilitas lengkap tersedia. Tapi nyatanya Adam memerlukan pendamping, kemudian Siti Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam.
Dari kisah leluhur manusia saya meyakini, berpasangan laki-laki  dan perempuan adalah fitrah manusia. Benar secara kodrati, bahwa setiap orang sudah disediakan pasangan. Tetapi untuk mendapatkan pasangan, juga perlu effort yang sungguh-sungguh.
Manusia musti selalu berbaik prasangka, tidak lekas menyerah menjemput belahan jiwa. Kalaupun (misalnya) ada yang berusia lanjut, tetapi belum juga dipersuakan pasangan. Keadaan ini di luar kuasa manusia, tapi yang jauh lebih penting adalah terus berusaha maksimal.
-------
Tanpa terasa, nyaris dua dasawarsa pernikahan saya jalani. Â Tentunya tak lepas dari jatuh bangun, dan segala uji telah kami lewati. Menurut saya, menjalani pernikahan bukan adu teori rumit dan njlimet. Pernikahan tidak terwakilkan, atas definisi dengan kalimat bersayap penuh retorika.