Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Kampung Halamanku Bukan Kampung Halamanku

30 April 2023   04:21 Diperbarui: 30 April 2023   06:26 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kompasianer's, tanpa terasa, sekitar tigapuluh tahun-an sudah saya merantau. Sudah tidak terhitung, berapa kali saya pulang kampung. Baik mudik saat menjelang lebaran, maupun mudik dadakan untuk urusan yang lain.

Dan dari mudik satu ke mudik berikutnya, selalu saja ada perasaan yang terbarukan.  Entah berasal dari situasi dan keadaan yang berubah, atau orang-orangnya yang satu persatu datang dan pergi. Mengantarkan saya pada pemahaman, bahwa hidup sedemikian dinamisnya dan lekasnya berubah.

Dulu semasa bujangan, saya bisa mudik sebebas dan semendadak dimau. Kost saya di daerah Wonokromo- Surabaya, dekat dengan pasar dan pemberhentian bus. Ke terminal Bungurasih, bisa berangkat kapanpun saya inginkan.

Kemudian setelah pindah dan merantau di Jakarta, soal mudik menjadi tak seringkas sebelumnya. Saya musti siapkan waktu libur, dan menyiapkan budget khusus. Kalau tabungan sedang penuh, bisa leluasa memilih transportasi. Tetapi kalau sedang berhemat, naik apa saja tidak masalah yang penting sampai tujuan.

Setelah menikah dan beranak pinak, mudik menjadi tidak sesederhana semasa sendiri. Saat anak-anak masih kecil, bawaan berjibun ada koper khusus popok dan susu. Setalah anak-anak besar, musti menyesuaikan jadwal libur sekolah mereka.

Apalagi mudik belakangan (termasuk lebaran ini), ketika saya (bisa dibilang) sudah tidak muda lagi. Tak seperkasa sebelumnya, musti persiapan fisik. Maklum, mbarep saya sudah dewasa, dan ibu saya kini dipanggil mbah buyut (punya 4 buyut).

Beberapa kali sempat terlintas tanya di benak, sampai kapan bisa mempertahankan tradisi mudik. Mengingat waktu sedemikian pesat melaju, kejadian tak terduga ada di hari-hari ke depan.  Awal tahun 2023 saja, sudah empat kerabat dekat telah berpulang. Adalah paman, bulek dan dua adik sepupu. Maka lebaran tahun ini, kami masih diliputi suasana duka.

Tak urung selalu saya langitkan doa. Agar ibunda saya dianugerahi kesehatan dan panjang usia, karena beliau adalah alasan saya untuk pulang kampung.

Baca di ; Semua tentang Kampung Halaman adalah tentang Ibu

Di ujung Samber THR 2023, saya ingin menjawab tantangan Kompasiana. Membuat surat untuk kampung halaman, sekalian ingin melepaskan yang terlintas di pikiran.

Kampung Halamanku Bukan Kampung Halamanku

Hallo kampung halamanku, 

Desa kecil dan terpencil di sudut kota kecil Magetan.

Sekarang, PR banget, kalau pulang. Repot mencari kendaraan umum, untuk sampai depan rumah ibu. Beda jamanku dulu, angkutan umum dan bus ngetem setiap setengah jam. Kini di era digital, banyak warga yang memiliki roda dua. Sehingga terminal antar kota semakin sepi, ditambah keberadaan ojek online. Namun uniknya, tidak semua kendaraan online melayani sampai desaku---saking terpencilnya.

Meski demikian, aku senang bisa datang dan kembali menghirup segarnya udaramu. Melewati hari lebaran, dengan sungkem dan berkumpul dengan keluarga besar. Bersama istri dan anak-anak, sungkem dan menangis di pangkuan ibu.

Kampung halamanku..

Masih kuingat, setiap jengkal tanah yang pernah kusinggahi. Halaman rumah mbah yang luas, tempat ku latihan sepeda dan lomba tujuhbelasan. Pasar dengan lapak ibu berjualan, aku membantu mengangkat barang dan melayani pembeli. Bangunan sekolah dasar dan sekolah menengah pertama, tempatku belajar dan membuka mata pada dunia luar.

Masih terekam jelas, rentetan kejadian di masa silam. Ketika menangis sepanjang jalan pulang, sebab ibu lupa membelikan es dawet kesukaan. Pun ketika tenggelam di sungai desa yang tidak dalam, saat kakak tertua melatih renang gaya batu. Atau di bekas kebon samping rumah, tempat kolam ikan lele yang sering dikuras kakak ke empat.

Kampungku kini telah jauh berbeda, banyak sentuhan modern di sana sini. Tetapi kenangan masa lalu, tetaplah tersimpan rapi, tak mudah terhapus begitu saja. Termasuk nama-nama masa silam, yang membersamai di usia kecilku.

Kampung halamanku

Di usiaku menuju setengah abad ini, rasanya waktuku banyak terlewatkan di tanah perantauan. Hanya sekitar sepertiga usia, aku bermukim di desa kelahiran.  Tapi tenang, kampung halaman. Nyatanya, namamu yang kusematkan di kartu identitas. Termasuk di semua dokumen penting kumiliki, namamu terpatri di situ.

Aku sangat minim pengetahuan, tentang kejadian hari esok. Apakah akan menghabiskan sisa usia, menutup mata di tanah rantau. Ataukah akan kembali ke pelukmu, menjalani senja hingga menghembuskan nafas terakhir. Entahlah, aku sama sekali tidak punya ilmu tentang itu. 

Bisaku hanya menjalani hari demi hari, dengan berusaha melakukan hal yang terbaik.

Kampung halamanku,

Suasana duka sungguh terasa, saat melihat, mendengar, membaca kabar. Satu persatu tetangga, kerabat, saudara jauh, saudara terdekat meninggalkan kami semua. Benak semakin sesak, mengantarkan pada sikap pasrah. Bahwa aku tak punya kuasa atas diriku, bahwa ada kekuatan Maha Dashsyat atas kita manusia. 

Setelah kabar kepergian demi kepergian itu, aku sangat percaya. Bahwa ada kampung halaman sejati sedang menanti. Ada kampung halaman yang pasti kami singgahi, tempat tujuan yang tak disangkali.  

Bahwa kampung halamanku, desa kecil dan terpencil di sudut kota kecil Magetan. Hanya kampung sementara, kampung tumpah darah di alam fana. Untuk kehidupan yang (sekadar) main-main, untuk menuju pada kehidupan sesungguhnya.

Karena itu, kampung halamanku bukan kampung halamanku.

Mudik lebaranku yang tak sampai seminggu itu, bisa menjadi isyarat. Bahwa hidup memang sesaat, tak ubahnya batu loncatan. Kampung halaman sejati kita semua, bernama kampung akhirat. 


--------

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun