------
Soal memutuskan menikah, memang bukan masalah yang sepele. Membutuhkan pemahaman mendalam, biasanya sejurus dengan pengalaman hidup. Kemudian dibarengi tolabul ilmi (menambah ilmu), untuk memilih memilah calon pasangan hidup dirasa tepat.
Demi menemukan pasangan-pun effortnya luar biasa, membutuhkan kesabaran dan ketekunan. Jatuh bangun untuk meyakinkan hati seseorang, untuk membangun rumah tangga bersama. Â Bakal menjadi teman berbagi suka duka, melewati waktu bersama menuju hari tua.
Menikah itu untuk Lebih dari Sekedar Bahagia
Kompasianer's, kita musti bijak bersikap dan berucap. Semisal mendapati teman atau saudara belum menikah, jangan lekas mengambil kesimpulan sendiri. Â Karena belum menikah, tidak sama dengan tidak ingin menikah.
Saya punya kenalan, belum menikah di usia yang terbillang cukup. Tetapi soal keinginan menikah, rasanya tidak pernah hilang. Tampak dari usahanya menjalin relasi, tampak dari curhatan dan aksinya. Tak ayal saya mendoakan, orang-orang dengan niat baik akan dipersuakan belan hati.
Timbulnya dorongan menikah di diri seseorang, dipengaruhi perjalanan dan atau masalah hidup telah dilewati. Lazimnya akan menumbuhkan pemahaman, dan mengantar pada sebuah keputusan. Termasuk keputusan untuk menikah ataupun tidak menikah.
Nantinya hari hari dalam pernikahan, tidak selalu dilalui tawa canda atau selalu bertabur suka cita. Sangat mungkin di pernikahan, kan diwarnai tangis dan derai air mata. Dalam rumah tangga, bakalan tersaji aneka masalah untuk dilalui dan diatasi.
Tetapi, semua kepahitan atau manisnya pernikahan. Niscaya terselip hikmah yang dijanjikan, yan kan mematangkan  jiwa pelakunya.
Ujian pernikahan, ibarat ujian yang paralel. Artinya kalau si suami mengalami sakit, otomatis istri dan anak turut merasakan dampaknya. Pun ketika sang kepala keluarga bersuka cita, efeknya juga terjadi pada istri dan anak-anak.