Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Sungguh, Ilmu Sabar itu Bukan Ilmu Teori

16 Juni 2022   09:57 Diperbarui: 16 Juni 2022   10:18 322
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya sangat berempati, dan turut merasakan kesedihan itu. Menyimak kisah teman SMA, kenangan pilu saat kehilangan buah hati. Kejadian yang sudah lama beralu, tetapi begitu membekas dan tak mudah dilupakan begitu saja. "Duh, itu benar-benar kehilangan yang sehilang-hilangnya" raut sedih itu mendadak muncul. Kata dasar hilang sampai diulang tiga kali, cukup bagi saya menyimpulkan dalamnya rasa hilang.

Kemudian teman ini melanjutkan ceritanya, nasehat banyak orang untuk bersabar (justru) membuatnya ingin berontak. Apalagi kalau yang menasehati (teman ini tahu), belum merasakan semenderita ini kehilangan buah hati. Tapi, namanya orang belum tahu, akhirnya dimaklumi.

Penguatan didapatkan, kalau ada orang yang datang dan menyampaikan doa. Misalnya, semoga ananda tenang disisi-NYA, kelak di akhirat menjadi penolong ayah bunda, atau, semoga ayah dan ibu dianugerahi ketabahan, dan lain sebagainya. Memang tidak menghilangkan sedih, setidaknya bisa menjadi penghiburan.

Jujur, sebelum mendengar cerita ini. Saya adalah orang, yang juga berujar "sabar ya" ke teman/ orang yang sedang berduka. Entahlah, mengucapkan kata itu seperti (semacam) formalitas, dan tidak terlalu dalam saya resapi.

Kini, tak lagi hal sama dilakukan. Saya memilih untuk menyampaikan doa, ketika melayat atau saat menyampaikan duka cita meski di medsos sekalipun.

----

dokpri
dokpri

Ketika sedang scrolling IG Story, ada yang melintas sebuah story berupa sebuah tulisan "Seandainya sabar itu ada ilmunya". Saya yang mengenal akrab pemilik akun, tanpa pikir panjang menyaut. Bahwa "ilmu sabar itu bukan ilmu teori, melainkan harus dipraktekkan".

Mengejawantahkan kesabaran tidak cukup hanya dengan setumpuk teori atau penjelasan. Karena soal sabar, hanya bisa diselami setelah memraktekkan. Seakademis apapun kalimat, mendefinisikan apa itu kesabaran, niscaya tidak akan mampu mewakili perasaan.

Sungguh Ilmu Sabar itu Bukan Ilmu Teori

Saya sendiri, masih sangat jauh dari kriteria orang dengan kategori sabar. Ego ini masih sering meletup, masih suka menyaut dan tak terima omongan orang. Sifat takabur itu tiba-tiba hadir, disadari atau tidak menyelip sedemikian halusnya.  Di permukaan terkesan rendah hati, tetapi dibalik itu disergap perasaan ingin dipuji. Dan lain sebagainya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun