Menang lomba menulis, tentu menjadi harapan setiap peserta lomba. Terlepas dari bentuk dan atau besaran hadiah, ada dampak dari sebuah kemenangan.Â
Kemenangan bisa menjadi bukti, bahwa karya (tulis) kita diakui orang lain. Semakin sering menang, artinya kemampuan kepenulisan si peserta terlegitimasi dan tidak diragukan.
Kalau mengingat ke belakang, dibanding menang saya lebih banyak kalah di lomba menulis. Saking seringnya kalah, persoalan kecewa dengan sigap bisa diatasi. Saya lebih siap kalah sewaktu-waktu, karena kalau menang tidak terlalu memerlukan persiapan.
Kekalahan bisa menjadi bahan ajar, untuk meninjau kekurangan diri. Kekalahan bisa memompa semangat, untuk berusaha lebih keras di kemudian hari. Â Kekalahan bisa membuka dan menggali hal lain, yang belum diketahui di lomba sebelumnya.
Seharusnya kekalahan, bisa dijadikan ladang bertumbuhnya pengertian baru. Betapa kekalahan, bisa dimaknai dari sudut berbedaÂ
------
Nyaris delapan tahun ngeblog di Kompasiana, tak terhitung blog competition pernah saya ikuti. Selain di Kompasiana, saya ikut lomba yang diadakan brand, perusahaan, instansi pemerintah, komunitas, organisasi dan lain sebagainya.
Tujuan mengikuti lomba, mungkin sama dengan motivasi peserta kebanyakan. Yaitu ingin mendapat, salah satu hadiah yang disediakan penyelenggara. Alasan lain biasanya tema dilombakan, sesuai minat atau ketertarikan yang dimiliki. Dan lain sebagainya.
Kalah menang lomba seharusnya sangat biasa, tetapi menerapkan sikap legowo saat kalah, betapa butuh perjuangan yang tidak biasa. Muslihat setan menggoda dengan segala cara, sangat lihai mengipas- ngipasi nafsu manusia.
Janji setan membujuk anak cucu Adam telah dibuktikan, agar manusia masuk ke cengkraman sifat iri dengki berkepanjangan.