Pada waktunya, setiap pernikahan akan menemu liku-likunya. Melewati tahapan demi tahapan, hubungan suami istri diuji dengan aneka permasalahan.
Demikian sunatullah berlaku dan bekerja, bahwa kerikil dalam kehidupan adalah sebuah keniscayaan.
Siap tak siap, diterima atau diingkari, disangkal atau dipahami, setiap orang dijamin memiliki onak dan duri diarungi.
Termasuk saat menjalani pernikahan, terjal dan curamnya akan menjadi tahapan mendewasakan.
Tetapi bukankah sejatinya kepedihan, justru mengasah sikap pasrah berserah. Bahwa ujian hidup akan menempa , sehingga perjalanan setiap orang berwarna.
Siapapun yang pernah terluka, biasanya lebih berempati derita sesama. Sedangkan keenakkan cenderung melenakan, tak mengajari beratnya menyandang nestapa.
Sebuah kalimat"Tertawa berlebihan akan mengeraskan hati", rasanya bukan sekedar kalimat tanpa makna. Â Ya, kesenangan berlebihan, terbukti lambat laun melunturkan lembut perasaan.
Maka berserah kepada Sang Maha Dahsyat, menjadi sebaik pilihan sikap saat duka melanda. Mengantar pada sikap belajar berdamai dengan keadaan, bersyukur untuk apapun yang dijalani.
Serumit apapun skenario hidup, sejatinya membawa akan dampak baik bagi yang menjalani. Apapun penyikapan (baik/buruk) diambil, hasilnya kembali pada pelakunya sendiri.
Bahwa pernikahan adalah fase kehidupan yang luar biasa, tidak bisa disangkal keberadaannya.