Mencermati keadaan sekarang ini, Â semestinya banyak hikmah bertaburan bisa dipetik. Entah hikmah dari pengalaman sendiri, maupun dari pengalaman saudara atau orang dikenal.
Beberapa kenalan yang (saya tahu) sangat taat prokes, nyatanya terpapar dengan gejala tertentu. Bahkan ada saudara jauh kedapatan OTG, memberi kabar sekaligus pesan agar kami semakin waspada.
Kabar duka berseliweran di timeline medsos, tak lagi memandang usia maupun strata.
Reaksi orang terdekat mula- mula tentu saja sangat kaget dan tidak terima, tetapi seiring berjalannya waktu -- dipaksa---akan menerima keadaan.
Saya pernah di posisi demikian, protes besar ketika ayah meninggal sekian tahun lalu. Ingin rasanya memutar ulang waktu, membayar kebersamaan yang terlewatkan bersama ayahanda.
Ditinggal pergi orang dikasihi memang menyedikan, hati seperti dirampas telak-telak. Tetapi  perlahan tapi pasti tertepiskan, seiring bertumbuhnya kesadaran baru.
Keterpurukan, tak ubahnya sebuah kekalahan.
Tetapi ketika manusia, bisa mengambil sikap tepat menghadapi keadaan. Yakinlah, perspektif baru bertumbuh di benak.
Selepas bisa berdamai dengan keadaan, kita akan lahir menjadi pribadi baru.
Kekalahan yang Memenangkan
Sejak menjadi Kompasianer, tak terhitung blog competition di Kompasiana sudah saya ikuti. Seolah tidak mau ketinggalan, saya juga ikut blogcomp yang diadakan instansi pemerintahan maupun perusahaan swasta.
Motivasi mengikuti ragam lomba menulis tersebut, (jujur ya) adalah tergiur hadiah yang disediakan penyelenggara. Selebihnya agak idealis, yaitu mengasah kemampuan menulis.
Coba, siapa sanggup menolak. Hadiah uang tunai dengan jumlah tak sedikit, kemudian barang elektronik atau gadget yang sudah lama menjadi incaran.
Pernah ada lomba blog, menyediakan hadiah paket perjalanan ke luar kota atau ke luar negeri. Â Sungguh, iming-iming yang membuat kepincut. Â
Saya bergerak cepat, mencari ide menulis demi mendapatkan satu diantara hadiah tersedia. Sebagai referensi, biasanya membaca tulisan beberapa teman yang langganan menang blogcomp.
Kemudian memikirkan sudut pandang tulisan, yang sekiranya berbeda atau tidak dipakai peserta lainnya. Â
Tak lupa menciptakan alur yang bisa dikembangkan, mengambil dari pengalaman pribadi agar dapat feel nya.
Agar tulisan semakin kuat dan bagus, saya menyiapkan foto pendukung. Biasanya foto dari kegiatan pribadi, yang related dengan tema tulisan.
Setelah membuat draft tulisan, saya endapkan dulu beberapa waktu. Tak jarang saya bisa mendapat tambahan ide, mengubah atau membuang beberapa bagian kurang penting.
Draft yang baru diedit tidak langsung posting, melainkan membaca beberapa kali memastikan tidak ada huruf yang typo.
Semua proses baru saya anggap selesai, setelah merasa pede dengan hasil akhir. Baru kemudian siap ditayangkan.
Saya termasuk orang yang suka mencari aman, tidak suka tayang mepet deadline atau deadliner garis keras---hehe.
Dulu saya pernah sekali kelewat tanggal deadline, akibat menunda-nunda tanggal tayang. Bahkan pernah kejadian, di hari terakhir penayangan website eror.
Alhasil tulisan sudah disiapkan jauh hari, terpaksa tidak bisa diikutkan lomba. Berkaca dari pengalaman tak mengenakkan, saya tidak mau ambil resiko.
Dari sekian banyak writing contest diikuti, tentu membawa banyak pengalaman baik kalah maupun menang.
Tetapi ada hal yang sampai sekarang tidak berubah, biasanya muncul saat hari pengumuman pemenang blogcomp publish .
Adalah rasa deg-degan yang seketika menyergap, lebih-lebih untuk lomba yang sudah diikuti dengan sepenuh usaha.
Saya masih ingat jantung deg-gehan kencang di awal ikut lomba, kemudian mengetahui nama saya tidak tertulis di daftar pemenang.
Rasa kecewa itu bener-bener dalam, sampai kebayang-bayang beberapa hari. Merasa yang sudah diupayakan sia-sia, Â semua daya dikerahkan menguap begitu saja.
Maka ketika sesekali memenangi blogcompetition, menjadi surprise dan bisa menjadi pelipur sedih sebelumnya.
Tetapi kalau mau diitung-itung, sejujurnya saya lebih banyak kalah dibanding menangnya---hehehe.
Dan karena keseringan kalah itulah, tanpa disadari sikap saya mulai berubah setiap mengikuti lomba menulis.
Tanpa dinyana dan saya sadari, setiap lomba blog saya siap kalah. Keputusan saya ambil, tanpa mengurangi kadar usaha maksimal.
Menurut saya menerima kemenangan lebih mudah, sementara justru di posisi kalah kita perlu mempersiapkan diri.
------
Kekalahan di lomba menulis, kalau saya renungi ibarat kekalahan dalam kehidupan yang lebih luas.
Awalnya rasa kecewa atau marah yang dalam, sangat manusiawi apabila bermunculan.
Tetapi setelah fase itu terlewati, biasanya kita akan menemukan sikap menerima keadaan. Ketika hati ini berdamai, terasa lebih plong dan lega.
Di masa wabah berseliweran kabar duka, nama-nama yang sudah kita kenal dengan baik, mendadak menjadi almarhum/ almarhumah.
Rasanya hati ini hancur bekeping, langit seolah hendak runtuh.
Tetapi hakikat manusia dimuliakan oleh Sang Khaliq, kekalahan (atau ujian) yang menimpa tak melebih batas kemampuan.
Kita sangat mungkin, meraup hikmah sabar dan hikmah lebih bijak menyikapi keadaan. Betapa kekalahan yang disikapi dengan baik, ternyata ujungnya adalah kemenangan.
Ya, kekalahan yang memenangkan.
Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H