Saya sebenarnya tidak tega, memakai kata gagal/kegagalan di judul artikel ini. kegagalan diidentikkan dengan hal negatif, dan cenderung dihindari setiap orang---saya juga.
Berhubung sampai tulisan ini dibuat dan ditayangkan, saya belum menemukan kata padanannya. Maka sebagai solusi, saya membubuhkan tanda petik ("..") di kata kegagalan tersebut.
Bagi saya, tidak ada kegagalan yang mutlak dalam hidup ini. Bahwa semua kejadian serba dinamis, kesedihan saat ini bisa berganti bahagia di kemudian hari.
Dan sangat mungkin, di kemudian hari kita bersyukur untuk ketidakenakan diterima hari ini.
Termasuk hari-hari belakangan, saat orangtua dibuat suka cita atau sebaliknya. Terkait pengumuman SBMPTN (Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri).
Saya pernah melewati kondisi mirip-mirip, naik turunnya keadaan benar-benar menguji emosi diri.
Ketika nama anak dinyatakan lolos, senengnya nggak ketulungan melebihi senangnya anak. Pun kalau anak tidak lulus, sedihnya lebih-lebih dari sedihnya anak.
Begitulah fitrah bekerja. Senang sedihnya menyikapi hal berhubungan dengan anak, bisa datang sebegitu tiba-tiba.
------Â
Anak adalah buah hati, kehadiran dan keberadaanya sungguh dinanti. Anak sebagai pelipur lara, terasa perannya saat ayah ibu dilanda nestapa. Konon suami istri yang berselisih paham, anak menjadi sebab ego itu mereda.
Namun orangtua juga manusia biasa, mendapat jatah sedih dan senang bergantian. Anak bisa saja sebagai muasal sedih dan senang itu, mau tak mau orangtua harus menerima dan menggali hikmah.