Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Sedulur, Lebaran Tahun Ini Kita Silaturahmi Virtual Lagi!

9 Mei 2021   21:24 Diperbarui: 9 Mei 2021   21:24 567
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lebaran tahun ini, menjadi lebaran kedua saya dan keluarga tidak mudik (karena virus Covid-19). Sangat mungkin Kompasianer mengalami hal serupa, keadaan yang musti diterima demi kebaikan bersama.

Tetapi silaturahmi lebaran tetap saja berjalan, melalui perantara teknologi digital. Smartphone adalah penemuan sangat bermanfaat, benar-benar memenuhi hajad hidup orang banyak.

Kalau tahun lalu, keluarga kami berkunjung melalui video call. Tampaknya lebaran tahun ini, silaturahmi dengan cara yang sama akan kami lakukan.

Tetapi tidak masalah, karena setiap kondisi (saya yakini) selalu menyediakan solusi. Dan sebelum lebaran tiba, kemudian menyiapkan silaturahmi virtual. Saya ingin menjawab tantangan Kompasiana, menuliskan surat untuk saudara di kampung.

----

Sedulur, Lebaran Tahun ini Kita Slaturahmi Virtual Lagi !

Tangsel, 27 Ramadan 1442 Hijirah

Kepada 

Sedulur saya di Kampung.


Assalamualaikum wr wb

Buat semua sedulur saya di Kampung, pripun kabare mugi sehat selalu.

Tanpa terasa, sebentar lagi lebaran tiba. Semoga kita disampaikan usia, bisa menikmati hari kemenangan. Etapi, sebentar. Belum- belum kok GR, bakal mendapat hari kemenangan. Memangnya kita pantas, atau sudah memenuhi syarat sebagai pemenang?

Bagaimana puasa Ramadan sebulan ini, apakah 30 hari genap ditunaikan. Atau lebih banyak bolongnya, sementara utang puasa tahun lalu juga belum dibayarkan.

Apakah di Ramadan kali ini, kita benar belajar menahan hawa nafsu dalam arti sebenarnya? 

Karena kalau puasa hanya menahan lapar dan haus, saat bedug maghrib langsung makan minum sampai bega. Maka di mana nilai puasa, sama sekali tak ada pengaruhnya. Lalu apabila ucapan masih saja menyakiti, sikap nyebelin tak ada beda dengan sebelum Ramadan. Mana benefit puasa Ramadanmu?

Ssst..., jangan jangan kita tidak termasuk di barisan. Orang yang pantas, mendapatkan hari kemenangan?


Buat semua sedulur saya di kampung, mugi sehat selalu.

Kalau Ramadan tahun yang dulu-dulu, hari- hari seperti ini kita disibukkan persiapan pulang kampung. Maka dua tahun ini musti ditahan, biarlah koper tetap di tempat penyimpanan. Tetapi ada hikmah saat tidak mudik, yaitu kita bisa mencontoh kebiasaan Kanjeng Nabi.

Di sepuluh hari terakhir Ramadan, Rasul dan sahabat semakin khusyu ibadah di masjid. Diriwayatkan oleh Aisyah, ketika memasuki sepuluh akhir Ramadan, Nabi focus dengan ibadah, mengisi malamnya dengan ibadah dan membangunkan keluarganya untuk ikut ibadah.

Sementara kita (yang mengaku) pengikutnya, sudahkah berlaku meneladani Nabi junjungan? 

Tahun dulu-dulu, hari gini kita macet-macetan di jalur pantura. Shaum lewat dengan alasan musafir, taraweh, tadarus, itikaf tak ada di jadwal Ramadan. Dan baru-baru ini kita melihat bersama, Pasar  Tanah Abang tumpah ruah pembeli.  Di (salah satu) Mall sesak pengunjung, entah belanjaan apa yang ingin dicari. Padahal (kalaupun mengabaikan  Ramadan) jelas-jelas sedang pandemi, setiap kerumuman berpotensi terjadi cluster baru Covid-19.

Buat semua sedulur saya di Kampung, mugi sehat selalu.

Lebaran sekarang, memang kita tak bisa langsung berjabat tangan. Tetapi rasa persaudaraan tak terkikis, karena kita bisa bermaaf-maafan. Meski secara daring, meskipun sekedar melalui layar smartphone.

Tetapi sejatinya saya juga memetik hikmah, antar kita tak ada kesempatan pamer dan mengungguli satu di atas lain. Sementara itu di lain pihak, tak ada saudara yang merasa rendah diri. Persuaan yang hanya sebentar di hari fitri, sering dijadikan setan sebagai ajang mengompor-ngompori.

Membuat hari yang seharusnya fitri, berubah menjadi suasana tak mengenakkan hati. Antar saudara memendam dengki, akibat "peperangan" diam-diam. Karena ada yang tersinggung, padahal (mungkin) maksudnya bercanda.

Buat semua saudara saya di Kampung, mugi sehat selalu.

Dua kali Ramadan, memang kita tidak pulang kampung. Bagi saya ini kesempatan mengingatkan diri sendiri. 

Betapa diri berlumur dosa, menjalankan ibadah Ramadan hanya (sekedar) ceremony belaka.  Esensi luhur di dalamnya tak terserap, hanya disentuh di permukaan setelah itu lewat begitu saja.

Lihatlah ibadah (sekedar) fisik ini, sama sekali tak membekaskan apa-apa. Selepas bulan suci, hawa nafsu tak lagi terkendali. Makan dan minum sepuasanya, tak peduli saudara atau sesama. Di medan pencarian nafkah, kami kembali sikut kanan sikut kiri (seolah) tak paham apa itu halal dan thoyib.

Kepada orangtua kembali abai, tak mau tahu urusan dengan dalih sibuk dan banyak keperluan lebih penting. Dengan sedulur dan kerabat acuh, lebih mengutamakan kepentingan diri sendiri.

Buat semua sedulurku di Kampung, mugi sehat sehat selalu.

Lebaran tahun ini , silaturahminya virtual saja. 

Sembari berjanji untuk Ramadan berikutnya, itupun kalau masih ada umur dan kesempatan. Kita mudik sebagai pribadi tawadhu, jauh dari hingar bingar hawa nafsu.

Kalau masih ada kesempatan berjumpa di Kampung, kita tunjukkan bahwa Ramadan memiliki pengaruh luar biasa . Semoga persuaan yang membawa kebaikan dan berkat, menjadi oleh-oleh puasa sekaligus pandemi ini.

Wassalamualaikum wr wb

dokpri
dokpri

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun