Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Kasih Sayang yang Salah, Penyebab Obesitas pada Anak?

8 Februari 2021   06:24 Diperbarui: 8 Februari 2021   07:40 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber | hellosehat.com

Saya pribadi nih, suka gemes kalau bertemu atau melihat anak dengan badan gemuk. Di mata saya anak-anak seperti ini lucu dan peluk-able. Antara pengin nyubit (tidak kencang yes), pengin ngunyeng uyeng, pengin becandain dan semacamnya. Biasanya si orangtua juga merasa bahagia, memiliki anak dengan badan gemuk. 

Konon gemuk pada anak identik dengan sehat, sekaligus (semacam) legitimasi bahwa orangtua memenuhi gizi dengan baik. Tetapi di sisi lain saya juga kasihan mendapati anak kegemukan, membuatnya tidak leluasa bergerak. 

Menjelang sholat maghrib, saya pernah berpapasan dengan anak (gemuk) tampak ngos-ngosan. Rupanya anak ini sedang bermain dengan teman sebaya. Sementara teman sepermainan yang lain sigap bersembunyi, anak ini sudah kelelahan berlari menghindari rival agar tidak tertangkap. Idealnya anak-anak (terutama laki-laki) memang gesit dan lincah, leluasa berpindah kesana kemari seolah tak kenal rasa capek.

-----

Kompasianer, mungkin tidak asing nama Arya Permana. Bocah asal Karawang, Jawa Barat, pada tahun 2016 sempat menjadi perhatian sebagian besar media.  Di usianya  ke sepuluh tahun kala itu, bobot Arya mencapai 190 Kg. Berat ini tentu bisa dikategorikan obesitas, terbukti bocah ini tak kuat berjalan dan terpaksa tidak bisa ke sekolah.

Ade Soemantri sang ayah, dalam sebuah wawancara menyampaikan muasal kegemukan terjadi pada anak kesayangan. Ayah mana tidak menyayangi buah hati, tetapi kalau kebablasan bisa berubah menjadi tidak baik. 

"Saya akui itu adalah kasih sayang yang salah" ujarnya.

sumber | octdiggest.com
sumber | octdiggest.com
Dalam satu hari Arya mengonsumsi puluhan gelas minuman kemasan, ditambah makan mie instan sampai enam bungkus. Kebiasaan tidak sehat ini terus dipelihara, dengan alasan si anak senang dan makan menjadi lahap.  Semua berangkat dari ketidaktahuan orangtua tentang nutrisi, pada usia ke sepuluh si anak menyandang bobot mendekati dua kwintal. 

Kalau saya lihat ulang tayangan di youtube, Arya kala itu mandi di kolam di depan rumahnya. Di rumah lebih banyak duduk dan rebahan, tidak lagi kuat berdiri karena obesitas.

Setelah mencapai puncak kepayahan, akhirnya tumbuh semangat untuk membalik keadaan. Arya yang gemar sepak bola giat memperbaiki pola hidup, dengan rajin berolah raga dan memilih asupan sehat. Sempat melakukan operasi bariatrik, membuat nafsu makan bisa dikelola sedemikian rupa. Kebiasaan makanan cepat saji ditinggalkan, pun minum minuman kemasan tak lagi dilakukan. 

Lima tahun berselang Arya mendapatkan hasilnya, kini jarum timbangan menunjukkan 81 Kg (targetnya 75 kg).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun