Kalau ditanya, kejadian atau peristiwa yang membahagiakan. Sejujurnya saya punya banyak jawaban. Karena hal-hal yang remeh temeh di keseharian, tak jarang menjadi alasan saya bahagia.
Misalnya membelikan baju tidur anak cewek, dengan harga promo 40 ribuan. Kemudian sampai di rumah, gadis kesayangan menyambut dengan wajah berseri. Pun anak lanang beranjak besar, tampak girang ketika untuknya saya mendapatkan jaket promo di onlineshop seharga 50 ribuan.
Ada lagi nih, pas memenangi lomba blog berhadiah Handphone. Pas-pasan banget gawai istri kerap eror tanda minta ganti, maka begitu barangnya tiba langsung dipakai belahan jiwa. Pun kepada ibunda, kebahagiaan beliau adalah sumber bahagia saya.  Sebagai muslim (dan mengaku beriman), saya meyakini kalimat "Surga di bawah telapak kaki ibu". Ibu saya adalah perempuan sederhana dan pekerja keras, menjadi inspirasi dalam menjalani kehidupan. Saya sangat percaya, bahwa ridho ibu pada anaknya adalah musabab kebahagiaan yang sesungguhnya.
Pendek kata semua yang menyangkut orangtua, istri, anak-anak dan keluarga, serta orang sekitar bisa menjadi alasan kebahagiaan saya. Dari sebuah tausiyah pernah saya simak, memberi kepada orang-orang terdekat adalah sedekah yang paling utama.
"Ada dinar yang kamu infakkan di jalan Allah, dinar yang kamu infakkan untuk memerdekakan budak dan dinar yang kamu sedekahkan kepada orang miskin. Namun dinar yang kamu keluarkan untuk keluargamu (anak- istri) lebih besar pahalanya." (HR. Muslim).
Kita sangat dianjurkan untuk Berbagi, Memberi, Menyantuni . Perilaku mulia semestinya dimulai dari lingkaran terdekat. Dengan mempersembahkan nafkah terbaik, untuk anak istri, kemudian kepada orangtua sebagai wujud sikap berbakti. Baru melebar kepada saudara sekandung, kerabat kemudian lingkungan sekeliling (tetangga) begitu seterusnya.
Betapa agama telah memberi panduan dengan runutnya, tinggal kita yang berpegangan erat pada aturan tersebut. Dengan demikian, niscaya kita akan bersua dengan kebahagiaan sejati. Ya, kunci kebahagiaan, ternyata dengan membagikan kebahagiaan itu sendiri.
Memberangkatkan Umroh Ibu Tanpa Keluar Uang
"MOSOK TO !!" terdengar suara nyaring dari seberang
Pagi itu saya merasakan, getaran kaget terselip nada girang pada dua kata ini. Perempuan bercucu 14 ini, tak percaya dengan kalimat yang baru didengarkan. Bahwa bungsunya memberi kabar, hendak menghadiahi umroh. Bukan hadiah yang main-main, dan tidak bisa dibilang murah.
Sebagai marketing di perusahaan media periklanan, kala itu penjualan saya melebihi target tahunan yang ditetapkan. Sebagai apresiasi atas pencapaian tersebut, Perusahaan memberikan reward tak dinyana (tahun-tahun sebelumnya belum pernah diberikan). Saya sendiri sempat dibuat  kaget dan tidak percaya, mendapatkan rejeki nomplok secara tiba-tiba.
Sempat ingin memakai hadiah untuk diri sendiri, tetapi setelah ngobrol dengan istri akhirnya saya berubah pikiran. Kami sepakat memberangkatkan ibu, dengan aneka alasan yang dipertimbangkan matang. Pada usia ibu ke 64 tahun (kala itu), beliau memiliki kondisi cukup prima dan secara fisik belum terlalu renta. Sebagai nenek ibu masih suka mondar mandir, bergantian menyambangi cucu-cucunya yang ada di beberapa kota berbeda.
Hadiah umroh dari kantor memang hanya satu, tetapi saya seperti dimudahkan untuk mendapatkan jalan keluar, Kebetulan ada kenalan, yang berangkat umroh melalui travel yang sama dengan ibu. Maka saya tidak sungkan, untuk menitipkan ibu ke teman ini.