Kompasianer, kita semua diberi kebebasan memilih bersikap. Dan  dari pilihan tersebut, akan memberi dampak pada pemilihnya. Konon hal (pilihan sikap) itulah, yang membentuk dan memperngaruhi kualitas setiap manusia.
Sederhananya begini, dalam sehari kita semua diberi waktu yang sama yaitu 24 jam. Tapi dari rentang waktu tersebut, hasil yang didapatkan setiap orang berbeda-beda.
Coba perhatikan, dengan jatah waktu yang sama, ada anak usia sekolah dasar yang mampu menghapal kitab suci 30 juzz, ada anak seumuran yang juara pada pelajaran menghitung, ada lagi yang pintar bermain alat musik, tetapi ada yang prestasinya biasa-biasa saja.
Pun setelah perjalanan panjang sampai seumuran saya (duh, berasa tua nih), ada yang sudah punya perusahaan, ada yang setia menjadi pegawai kantoran dan ada yang memilih bidang pekerjaan lain.
Sekali lagi Kompasianer catat, betapa dalam waktu yang sama, hasil setiap orang berbeda. masalahnya adalah, pada pilihan sikap.
Saya sepakat, bahwa setiap orang lahir dengan dikaruniai bakatnya sendiri-sendiri (itu yang membuat berbeda). Siapapun bisa tampil dan hadir out standing, dengan membawa kebermanfaatan di bidang masing-masing.
Kelak menjadi pertanggung jawaban di hari pembalasan, sesungguhnya tentang seberapa banyak manfaat diri atas orang lain yang telah kita tebarkan ---wallahu'alam.
Jadi, bukan menjadi "APA-nya yang dipermasalahkan, tetapi di bidang (tentu yang baik) yang Kompasianer tekuni, kemanfaatan apa yang bisa dipersembahkan.
Persis seperti pepatah Arab, "Khairunnas anfa'uhum linnas"; sebaik-baik manusia adalah yang banyak kemanfaatan buat orang lain.
Manusia dimuliakan karena akal peketi-nya, yang kemudian membuat manusia memiliki jiwa survive -- bertahan---sangat tinggi.