Menurut saya nih, apapun kegiatan yang dilakukan dengan mengerahkan keringat dan pikiran, sudah termasuk dalam kategori pekerjaan. Kerja adalah sebuah aktvitas, yang didalamnya mengandung nilai-nilai effort.
Jangan bicara masalah hasil dulu ya. --- Menjadi tukang sapu di pinggir jalan, berarti dia musti mengerahkan usaha. Yaitu rela bangun pagi buta, mandi dan memakai seragam dinas khasnya, membersihkan jalanan yang menjadi area tugasnya.
Menjadi ojek online, musti siap siaga duapuluh empat jam, memasang harapan bisa mencapai target point selama sehari berjalan dan kemudian bisa mendapat bonus.
Menjadi penjual nasi uduk, berarti tidak enggan meninggalkan hangat selimut, kemudian sedari pagi buta berjibaku di dapur. Kesigukan selepas subuh bergeser, yaitu menata dagangan dan mulai sibuk melayani pembeli pada jam berangkat kerja atau sekolah.
Menjadi bapak ibu guru atau pengajar, juga punya irama pekerjaan berbeda. Tidak peduli cuaca terjadi di luaran, begitu jarum jam menujukkan pukul enam musti beranjak dari rumah.
Demikian pula dengan ngeblog, punya dinamika berbeda, meskipun esensinya sama.
Mengapa Ayah yang Ngeblog Kerap "Dicurigai "
"Mas kalau ngeblog gini, istrinya kerja ngantor ya?", "Gimana caranya, aktif ngeblog tapi uang belanja bulanan ke istri tidak absen ?" , "Emang, selain ngeblog, penghasilan utama dari mana mas".
Saya sudah sangat terbiasa, mendengar pertanyaan dengan nada tidak yakin. Kadang tertangkap kesan curiga, bahwa saya mengandalkan gaji istri (dianggap istri saya pekerja kantoran dengan gaji bulanan).
Sungguh, saya bersikap maklum dan sama sekali tidak memendam rasa marah, keki, tersinggung, atau sikap apapun yang tidak terima. Menurut saya, alasan mereka bertanya karena memang benar-benar belum tahu.
"O, istri saya ibu rumah tangga mbak/mas," intonasi suara saya usahakan sesantai mungkin. Setelah jawaban ini, lazimnya saya menangkap ada perubahan pada air muka penanya. Â "Ngeblog sudah saya jadikan pekerjaan," Imbuh saya.