Ada satu teman (umur jelang 40-an), beberapa kali pengajian tidak terlihat batang hidungnya. Suatu sore, ustad berinisiatif mengajak kami mengunjungi rumah bersangkutan.
Kebetulan ada teman satunya lagi (di pengajian yang sama) bertetangga, jadi kami tidak kebingungan mencari alamat hendak dituju.
Sepulang dari berkunjung, ada cerita tak mengenakkan di dengar telinga. Kami anggota lain patungan, membantu teman ini  menyelesaikan urusan keuangan.
Dan dari penuturan teman sedang kesusahan ini, meski tidak diungkapkan secara langsung, saya bisa menyimpulkan satu hal.
Kesimpulan ini kemudian semakin kuat, ketika teman lain berpikiran sama dan dibenarkan oleh satu teman yang bertetangga.
Bahwa teman yang tampak ramah di antara kami, ternyata beda perilaku kalau di sedang rumah. Peranginya kerap kasar dan omongannya ketus, tak peduli itu dilakukan kepada istri sendiri.
Saya teringat ketika berkunjung ke kontrakan teman ini, dari gesture dan perilaku si istri tampak begitu tertekan dan serba salah. Untuk mengantarkan minuman, (sepertinya) musti menunggu komando sang suami.
Sang istri kadang tak kuat menanggung beban perasaan, beberapa kali curhat kepada kerabat dianggap dekat dan bisa diajak berbagi kepiluan.
Jangan Jadi Suami yang di Luar Ramah Tapi Sinis di Rumah
Rasulullullah SAW bersabda ; Sebaik baik kalian adalah yang terbaik sikapnya  terhadap keluarga. Dan aku adalah yang terbaik di antara kalian terhadap keluargaku (HR Ibnu Majah)
Kompasianer, mungkin pernah menemui orang yang bersikap demikian (seperti kisah di atas). Tampaknya baik di pergaulan dan teman-teman, tetapi di rumah berperilaku kasar. Entahlah, mungkin di luar orang ini butuh pencitraan dan image baik.