Saya bersyukur, punya banyak teman dengan aneka macam karakter (woy, jangan GR, yang punya banyak teman bukan lo doang keleus). Oke, saya yakin Kompasianer pastinya punya banyak teman juga dong---hehehe.
Dan dari interaksi dengan mereka semua, kita bisa belajar banyak hal dan pengalaman. Dari pertemanan pula, saya bisa mendengar , menyimak dan menyimpulkan aneka cerita yang telah disampaikan.
Mulai kawan karib yang biasanya sampai tak enggan curhat, teman yang kenal tapi tidak akrab biasanya hanya cerita sekedarnya. Ada jenis pertemanan yang sekedar kenal saja, ada yang ingat muka tak hapal nama, bahkan ada orang yang ketemu sekilas tapi kita tau nama.
Menyoal pertemanan, sewaktu bujang saya punya banyak teman yang sudah berkeluarga. Dulu di kantor lama di Surabaya, sebagian besar para senior umur anaknya sepantaran dengan saya.
Uniknya rentang usia yang panjang, sama sekali tidak menghalangi keakraban sebagai teman. Maka banyak dari mereka, saya panggil dengan sebutan "Mas" atau "Mbak".
Persis seperti saya sekarang, banyak kenal dan akrab dengan blogger yang masih muda dan bujang. Saya seperti di tarik mesin waktu, dulu saya pernah berada di posisi seperti mereka.
Mencontoh sikap para senior di kantor lawas dulu, maka saya berusaha tidak menjaga jarak. Saya membuka ruang ngobrol dan guyon, dengan teman-teman seumuran keponakan saya.Â
Para blogger bujang, saya bebaskan untuk urusan panggilan. Jadi ada yang memanggil dengan sebutan "Pak" ada yang "Om" ada juga yang "Mas"-- bagi saya hal itu sama sekali tidak masalah .
Dulu di awal merantau ke ibukota, saya pernah bergabung di satu komunitas pengajian. Kala itu hanya saya yang bujang, sementara yang lainnya sudah menikah dan memiliki buah hati.
Diantara teman satu kelompok, kebanyakan hanya sekedar kenal. Dan karena saya "anak bawang", kerap menjadi pendengar saja ketika teman lain berkisah.Â