Kompasianer yang masih bujang, hayo ngaku! Sesekali pernah berpikiran ngeres dong, ayo jujur (atau justru sering mikir ngeres - hehehe). Tenang, nggak masalah kok. Hal yang demikian, menurut saya sangatlah wajar. Tandanya, kita masih manusia normal- ye kan.
Apalagi pada rentang usia duapuluh menuju tigapuluh-an, (pengalaman saya nih) hasrat masih menggebu-gebu. Nafsu (apapun itu), sedang berada di puncak-puncaknya. Wajarlah, namanya darah muda.
Dan kerennya di sini nih, kemudian skenario kehidupan mengatur sedemikian rupa. Diadakan yang namanya menikah, sebagai sarana pelepasan dan solusi manjur. Sejatinya tujuan menikah, adalah untuk kebaikan manusia itu sendiri.
Asalkan kita menggapainya, dengan cara dan jalan yang benar dan digariskan norma agama. Sebagai umat beragama, kita kudu percaya dulu saja (sambil menjalani). Bahwa setiap cara baik, maka hasil yang didapatkan juga baik.
Kalaupun jalan untuk meraih kebaikan tidak mudah, kadang penuh tantangan dan berliku. Agama telah mengajarkan, menjadikan sholat dan sabar sebagai penolong. Bahwa semua ujian yang datang, tidak melebihi kekuatan manusia.
Yang penting, terus kita tingkatkan ikhtiar, memupuk sabar sambil berusaha. Selebihnya, biarkan semesta yang bekerja dan mempersembahkan jawabanya.
-----
Semasa duduk di bangku SMP dan SMA, beraninya hanya sebatas naksir. Ketemu atau berpapasan dengan yang ditaksir, keringat dingin langsung ngemobyos (keluar dengan derasnya).
Jangankan tidak sengaja bertatap mata, baru diledek teman saja (dengan orang ditaksir) jantung ini deg-degan luar biasa. Â Hal yang sama terbawa hingga kuliah, nyaris waktu saya tersita untuk bekerja dan ke kampus.
Meskipun tidak dipungkiri, ada juga letupan naksir kepada adik kelas. Saya sedikit lebih berani, dengan mencoba melakukan PDKT. Tapi begitu mendapat penolakan, langkah ini perlahan mundur dengan teratur. Kala itu, saya tidak cukup effort, untuk mepet dan mengejar perempuan yang menolak (duh cupu banget kan- hehehe).